Hati
mempunyai tanggung jawab di hadapan Allah s.w.t, sebagaimana pendengaran dan
penglihatan juga mempunyai tanggung jawab dihadapan-Nya.
Sebagai mana setiap
hamba akan dimintai pertanggungjawaban atas apapun yang melintas pada
pendengaran dan penglihatannya, dia juga akan dimintai pertanggungjawaban atas
apa yang tertanam didalam hatinya.
Allah s.w.t berfirman pada Qur’an surat
Al-Isra: 36 “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungjawabannya.”
Maksudnya setiap hamba akan ditanyai tentang
hatinya dan tentang perbuatan yang telah dilakukan oleh hati itu. Dan hati
memiliki tanggung jawab khusus tidak seperti organ-organ tubuh lainnya. Karena
hati adalah segumpal darah yang jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik
pula, jika ia rusak maka seluruh tubuh akan ikut rusak pula.
Hati juga
memiliki ibadah dibulan Ramadhan, sebagaimana organ-organ tubuh yang lain.
Karena hati merupakan tuan atau pemimpin segala organ, maka ia dikhususkan dengan
tuan segala ibadah, yaitu keikhlasan. Ikhlas adalah tuan dan pemimpin bagi
seluruh amal ibadah. Dan tiada ibadah
yang paling erat hubungannya dengan keikhlasan daripada puasa. Karena puasa
merupakan ibadah antara hamba dengan Rabb-nya. Puasa tidak mungkin menjadi
ketaatan kecuali dengan ikhlas. Barangkali ini makna dari sabda Rasulullah
s.a.w ketika menyampaikan firman Rabb-nya:
“Setiap amal shalih anak Adam adalah
untuknya sendiri. Kecuali puasa maka ia khusus bagiKu. Karena itu Aku langsung
memberikan balasannya.”
seharusnya selalu mengawasi kondisi hatinya di bulan Ramadhan. Ia harus
membandingkan kondisi hatinya dengan kondisi sebelum Ramadhan. Sambil mencari
letak kekuatan dan kelemahan hatinya. Agar dengan perbandingan ini ia mengetahui
apakah hatinya mempunyai satu ibadah di bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya.
Atau muamalahnya dengan Sang Rabb di bulan Ramadhan dicampuri pengagungan,
sedang pada bulan-bulan yang lain tidak demikian?
Sesungguhnya
asal ubudiyah (penghambaan) kita kepada Allah s.w.t hendaknya dibangun atas
dasar pengagungan, penyucian dan penghormatan. Dan hal seperti ini seharusnya
sejalan, baik dibulan Ramadhan maupun pada bulan selain Ramadhan. Tetapi di
bulan Ramadhan kita bisa mengembangkan dan memperbesar rasa pengagungan itu
dalam hati kita. Karena di bulan Ramadhan ada ibadah puasa. Ia adalah ibadah
yang dilakukan atas dasar muraqabatullah (Perasaan senantiasa diawasi oleh Allah
s.w.t) dan rasa malu kepada Allah s.w.t pada saat rahasia sebelum
terang-terangan.
Cara
mengagungkan Allah s.w.t adalah dengan mengagungkan Firman-Nya, mengagungkan
sabda Rasulullah s.a.w, serta perintah dan larangan keduanya. Karena tafakkur
(merenungkan) dan mengamalkan Al-Kitab beserta As-Sunnah akan memunculkan
pengagungan. Demikian pula dengan mengingat karunia-karunia Allah s.w.t,
nikmat-nikmat, keagungan para makhluk dan kecermatan ciptaanNya.
Barang siapa
yang memperlihatkan pada hatinya bukti-bukti keagungan dan kekuasaan Allah
s.w.t Yang Maha dahsyat, niscaya dia melihat dengan hatinya keagungan Allah
s.w.t. hal itu yang akan mendatangkan perasaan mengagungkan dan mewajibkan
datangnya iman serta ketaatan. Karena itulah Abdullah bin Abbas r.a berkata
dalam makna ayat Qur’an Surat Nuh: 13
”Mengapa kamu tidak percaya akan
kebesaran Allah?” Kata Abdullah bin Abbas r.a “Maksudnya kenapa kalian tidak
mengagungkan Allah s.w.t dengan sebenar-benarnya pengagungan.”
mengagungkan Allah s.w.t adalah mengagungkanNya dengan hati yang berupa
mengerjakan ketaan dengan seluruh anggota tubuh kepadaNya. Tetapi mengagungkan
Allah s.w.t dalam hati seorang hamba belum sempurna,hingga sang hamba mempunyai
pemahaman (mu’rifah) terhadap kalimat tauhid secara keilmuan. Membenarkan
konsekwensi-konsekwensi tauhid secara i’tiqadhi (keyakinan), menetapkannya
dengan ucapan, mentaatinya dengan penuh cinta dan ketundukan, serta mengamalkan
kalimat tauhid itu secara lahir batin.
Tanpa
perkara-perkara diatas, hati tidak akan menjadi bersih. Karena berish atau
rusaknya hati bergantung kepada keikhlasan hati yang memberikan dorongan untuk
patuh dan menuruti. Keikhlasan hati sebagaimana ia diberikan oleh Allah s.w.t
juga terus diupayakan. Kerana dalam Al-Quran kita diperintahkan untuk ikhlas,
sebagaimana kita juga diperintahkan untuk beriman kepada seluruh rukun-rukun
iman.
Allah s.w.t berfirman pada Qur’an Surat Ghaffh:14 “Maka beribadahlah
kepada Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepadaNya, meski orang-orang kafir
tidak menyukai(nya).”
Wahai
saudaraku! Hati anda adalah pemimpin dan panglima bagi seluruh anggota tubuh
anda. Maka awasilah hati anda selalu karena ia sangat mudah berubah. Oleh sebab
itu doa yang sering dipanjatkan Rasulullah s.a.w adalah “Wahai Rabb yang
membolak-balikan hati, teguhkanlah hati saya di atas agama Engkau.” Rasulullah
s.a.w senantiasa memperbarui keikhlasan dalam dirinya demi memperbaiki diri. Beliau
berdoa setiap selesai sholat.
sudah baik, dia mengirim perintah-perintahnya kepada seluruh anggota tubuh
sambil mengatakan: “Beristiqomahlah kepada Rabb kalian, karena saya telah beristiqomah.”
“Ikhlaslah kepadaNya karena saya sudah berbuat ikhlas kepadaNya.” Jika hati
sudah demikian, itu adalah inti kebahagiaan pada hari perhitungan.
Qur’an Surat
Asy-Syuara: 88-89: “ (Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak
berguna, kecuali orang –orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Ramadhan, hati dan seluruh anggota tubuh sangat dekat kepada kekhusyuan dan
kerinduan, sehingga turunlah rahmat, berlipatlah kemuliaan dan hati semakin
bertambah rasa rendah dirinya, sehingga seluruh anggota tubuh lebih siap untuk
menyambut sang penyeru istiqamah.
Maka hendaknya
orang-orang yang ingin dekat kepada Allah s.w.t memfaatkan dengan baik
kesempatan ini, dengan membuat hati fokus terhadap puasa, sebelum anggota yang
lain. Karena hati mempunyai puasa, yang ia harus senantiasa konsisten
dengannya. Yaitu berhenti dari niat-niat yang buruk, dan berhenti dari ridha terhadap
kebatilan.
manusia sudah berpuasa dan beristiqamah, hati itu mewajibkan kepada seluruh
anggota tubuh dengan keras dan paksa untuk menghindari penyimpangan di bulan Ramadhan.
“Ya Allah
maha pembolak-balik hati! Tetapkanlah hati-hati kami atas AgamaMu. Ya Allah,
wahai yang memalingkan hati! Palingkanlah hati-hati kami pada ketaatan padaMu. Tolonglah
kami untuk selalu berdzikir, bersyukur dan memperbagus ibadah kepadaMu.”
Dikutip dari: Pustaka eLBA “Ruh Puasa dan Maknanya” Buku dari Dr. Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hushain et.al.