Kampung Lelembut
HORROR Thread
Kampung Randu kulon, adalah nama sebuah kampung yang kini menjadi salah satu kampung paling padat penduduk setelah melewati tahun 2000’an. Namun, dahulu, sebelum masa pendatang berdatangan dan menghuni lahan di kampung ini, kampung ini pernah menyimpan beribu cerita misteri.
Dari hal-hal yang biasa hingga hal-hal di luar nalar manusia, apapun itu, bila menginjakkan kaki di kampung ini, konon, kengerian itu langsung terasa begitu saja.
Setidaknya itu adalah gambaran nama yang tepat bagi gw(simpleMan) untuk menyamarkan nama kampung gw sebagai pembuka sajian gw malam ini,
Di karenakan bila gw menunjukkan nama sebenarnya dari kampung gw, takutnya akan membuat gw sendiri sebagai si pencerita kesulitan atau malah bisa terkena masalah, karena menyangkut privacy(rahasia) gw dan warganya.
Di sajian gw malam ini, kita akan memutar waktu dimana ketika pertama kali kampung ini berdiri dan hanya di huni oleh beberapa kepala keluarga yang bisa di hitung jari, namun, sebelum gw mulai, gak ada salahnya buat gw mengingatkan, bahwa cerita ini di tulis berdasarkan pengalaman dan cerita-cerita yang berkembang yang langsung di ceritakan oleh warga, tetangga, tetua kampung hingga semua orang yang dulu pernah terlibat secara langsung atau tidak langsung, jadi semua cerita ini bisa di pertanggung jawabkan. Dan gw sebagai si penulis tidak melebih-lebihkan kejadian atau pengalaman dengan mereka yang juga menghuni alam ini bersama kita.
1. Tamu
Malam itu, hujan rintik-rintik, sudah 3 hari berturut-turut hujan turun di kampung ini, pos ronda terlihat sepi, tidak ada orang yang akan mau apalagi repot-repot pergi berjaga di kampung dengan kondisi dingin di sertai hujan seperti ini, hal itulah yang di pikirkan oleh Mbah Gimon(namanya hampir mirip sama pemilik blog Tugiman Blog)
Saat itu usianya masih terbilang masih muda berkisar antara umur 30’an.
Kaget bercampur penasaran, karena di pos ronda yang jaraknya hanya sekitar beberapa meter dari rumah mbah Gimon ada seseorang yang tengah duduk disana, sendirian dengan bercahayakan lampu petromax yang menyala-nyala.
“Siapakah gerangan?” kata mbah Gimon dalam hati
Namun rasa penasaran itu di tepis begitu saja, karena yang tersirat dalam pikiran mbah Gimon, hanyalah mungkin anak muda yang sedang mencari angin atau mungkin orang yang berteduh dari rintiknya hujan sembari menikmati suasana.
Anehnya, kejadian ini terjadi berkali-kali, setiap malam, di kala hujan turun dan tidak ada warga satupun yang pergi keluar, selalu saja di temui sosok itu tengah duduk sendiri.
Karena rasa penasaran yang semakin lama semakin menggunung, maka, malam itu, ketika hujan turun kembali, di temuilah sosok itu, dan benar saja, sosok itu seperti sudah menunggunya.
“Assalamualaikum” kta mbah Gimon, menyapa, rupanya yang ada di hadapanya adalah seorang pemuda tanggung, lebih muda dari mbah Gimon saat itu, pemuda itu tidak menjawab, hanya tersenyum tipis, tidak ada hal yang membuat mbh Gimon lebih curiga manakala baru pertama kalinya dia melihat wajah pemuda ini ada di kampung yang hanya di huni oleh beberapa kepala keluarga.
“Sinten nggih? Kok ra tau ketok nok kene sampeyan” (siapa ya? Kok baru pertama kali saya lihat kamu)
Pemuda itu lagi-lagi tidak menjawab, hanya duduk dan melihat mbah Gimon sembari tersenyum tanpa arti, hal itu membuat mbah Gimon tidak nyaman, dinginya malam sudah mulai menusuk ke tulang, sembari menunggu jawaban, mbah Gimon merasa semakin curiga dengan pemuda ini.
Tidak beberapa lama, muncul seseorang lain, dengan baju koko dan peci putih, aromanya wangi, berjalan dalam keheningan, yang tau menau orang itu sudah berdiri di hadapan mbah Gimon dan pemuda itu.
“Assalamualaikum” katanya, ramah.
“Waalaikumsallam” jawab mbah Gimon, sembari mencium tangan orang itu yang rupanya adalah Pak Muslimin, guru ngaji sekaligus imam Surah di kampung ini.
Dengan sekali lihat, mata pak Muslim memandang pemuda asing itu, lama ia melihatnya lalu ikut duduk bergabung bersama.
“Onok opo to le, kok onok nang kene?” (ada apa ta nak, kok kamu ada disini?)
Untuk prtama kalinya, pemuda itu menjawab, suaranya kecil dan tampak sopan, “kulo di usir pak kale maha ratu, mboten gadah tempat tinggal” (saya baru saja di usir oleh maharatu, jadi belum punya tempat)
Mbah Gimon tampak tertegun atas apa yang di ucapkan oleh pemuda itu yang terdengar asing di telinganya, apa maksudnya maharatu dan siapa yang mengusir pemuda ini, namun mbah Gimon memilih mendengarkan.
“Ngunu to” (oh begitu) kata pak Muslim “wes ngene a ewes” (sudah begini saja)
“Yo opo nek awakmu tak kek’I enggon gawe panggon ben awakmu gak nganggu warga kene” (bagaimana kalau kamu tak kasih tempat tinggal biar kamu tidak menganggu warga sini) kata pak Muslim.
Mbah Gimon masih terlihat bingung.
“Nggih pak, yen onten kulo purun” (baik pak, bila ada saya mau)
“Onok-onok” (ada kok ada) kata pak Muslim, “jenenge panggon seng tak tawarke jeneng’e SAPI” (nama tempat tinggal yang tak tawarkan itu SAPI)
Mbah Gimon tambah bingung dengan ucapan pak Muslim, sebenarnya apa yang sedang di bicarakan oleh pak Muslim dan pemuda asing ini. Kenapa membahas sapi dan lain sebagainya.
Rupanya, tidak beberapa lama terdengar suara langkah kaki mendekat, mbah Gimon, serta pak Muslim juga pemuda itu memandang kemana suara itu terdengar, rupanya, mbak Pah isterinya pak Muslim yang baru saja datang.
“Aduh pak-pak, niki lo tak pendetno payung, khawatir sampeyan durung muleh” (aduh, bapak, ini loh tak bawakan payung, saya khawatir, bapak belum juga pulang dari tadi)
Dan tiba-tiba, pemuda itu berdiri lalu berujar dengan senyuman di wajahnya. “oh, niki to pak seng jeneng’e SAPI kui” (oh ini ta pak yg namanya sapi itu)
Pemuda asing itu tiba-tiba lenyap begitu saja, menghilang, mbah Gimon tampak kaget setengah mati, baru pertama dia bisa melihat ada manusia bisa menghilang dari hadapanya, berbeda dengan mbah Gimon, pak Muslim terlihat panik.
“A*u tenan setan sitok iki” (Anj*ng!! bener setan satu ini) katanya sembari mendekati isterinya yg tiba-tiba berdiri dengan mata kosong.
“Ada apa to pak” kata mbah Gimon, wajahnya masih bingung bercampur ngeri bila menyaksikan hal di luar nalar seperti ini.
“Iki loh Mon, setan iki wes enak tak tawari awak’e sapi tambah mlebu gok awak’e bojoku. Bojoku ki di kiro sapi palingan” (ini loh mon, setan yang satu ini sudah enak tak tawari badan sapi, malah masuk ke badanya isteriku, apa di kira isteriku ini sapi)
“Setan nopo to pak?”(setan apa tah pak?)
“Loh, dadi awakmu ra eroh ta sopo arek lanang mau iku?” (loh jadi dari tadi kamu tidak tau anak lelaki yg menemani kamu dari tadi disini??)
Mbah Gimon menggelengkan kepalanya.
“Iku ngunu guk menungso mon, iku POCONG tekan pabrik gula iku” (itu tadi yg menemani kamu bukan manusia, itu pocong dari Pabrik Gula yang ada disana)
Kaget, mbah Gimon tampak pucat. Pak Muslim pun pergi dengan membawa isterinya pulang, entah apa yang akan di lakukan pak Muslim untuk mengeluarkan pocong itu dari tubuh isterinya, karena setelah itu mbah Gimon berlari pulang dan mencoba melupakan apa yang baru saja terjadi.
Ini adalah sekelumit cerita yang gw denger dari mbah Gimon dulu, setiap kali beliau bercerita ini, gw gak berhenti tertawa karena bagaimanapun ini masih menjadi cerita yang menggelikan, namun, bila gw berpikir kembali, bagaimana bila gw yang di hadapkan dengan pocong secara langsung?
Apakah gw masih bisa tertawa, entahlah, untungnya sampai saat ini gw belum pernah melihat pocong yang berasal dari pabrik gula itu.
Sajian gw malam ini, masih akan sangat panjang. Karena ini masih awal sebelum kita bercerita tentang mereka yang sudah tinggal di kampung ini
2. Hantu Wergoel
Zaman gw masih kecil, gw selalu di wanti-wanti (peringatkan) agar tidak pernah lewat sebuah jalan yang di sebut kebun Bambu.
Tempatnya sangat luas, dan tentu saja, di penuhi oleh pohon bambu yang sangat lebat, ketika petang, kebun bambu sangat gelap, mencekam nan mengerikan.
Lokasi kebun bambu sendiri bisa di katakan hanya berjarak beberapa meter dari pemakaman kampung
Disinilah biasanya seringkali terdengar bahwa ada makhluk lain yangg senantiasa menjaga tempat ini, warga kampung memanggil namanya dengan Hantu wergoel, konon, bila melewati kebun bambu seringkali terdengar suara “krek krek krek” layaknya suara bambu yang bergesekan di tiup angin maka di sarankan untuk segera lari dari tempat itu, karena suara itu adalah pertanda bahwa tidak jauh dari sana ada hantu Wergoel yg sudah mengamati.
Menurut mereka yang pernah melihat atau bersinggungan dengan makhluk ini, wujudnya menyerupai binatang, tingginya sama dengan tinggi ayam kampung, kecil, namun ia berdiri layaknya manusia, memiliki kepala dan wajah menyerupai monyet, dengan bulu hitam yg lebat, kakinya bersirip layaknya bebek, dengan tangan yang kuku jarinya panjang dan hitam legam.
Yang menjadi pertanyaanya, apakah makhluk ini berbahaya?
Jawabanya, makhluk ini sangat berbahaya, bahkan salah satu yang paling di takuti oleh warga kampung.
Dahulu saat makhluk ini seringkali menampakkan diri, makhluk ini dapat mencelakai bahkan berujung pada kematian, saat gw dengar cerita ini dari tetangga gw yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari kebun bambu, beliau bercerita bahwa pernah ada yang meninggal karena makhluk ini
Mereka yang meninggal karena makhluk ini dapat di kenali dengan 1 cara, yaitu meninggal dengan mata dan mulut terbuka lebar, maka itu pasti ulah makhluk ini.
Pernah gw mengalami langsung kejadian dengan wergoel, namun itu adalah hari yang sial bagi gw, dan menjadi satu kenangan yg gak bakal pernah gw lupain.
Ceritanya waktu dulu gw ngaji di sebuah pondok pesantren baru, TPQ, banyak anak-anak desa gw yang di paksa untuk menimba ilmu di pondok itu, meski hanya sebatas belajar mengaji, sejujurnya gw enggan mengaji disana, bukan karena apa, namun karena tempatnya harus melewati area pemakaman dan tentu saja kebun bambu.
Gw berangkat sesudah maghrib, dan sialnya, waktu itu, cuma ada 3 anak yang pergi mengaji, yang lain, kebetulan tidak bisa ikut. Sebut saja gw, Udin dan Jamal, kami berangkat bersama2, sebenarnya, sebelum isya seharusnya kami sudah pulang, namun, karena terkendala sesuatu akhirnya kami baru bisa pulang pukul 9 malam. Setelah bersiap pulang, tidak lupa di tangan kami ada obor sebagai penerangan jalan, karena, jaman gw masih kecil, tidak ada yang namanya lampu jalan.
Melewati areal pemakaman bikin gw gak nyaman, berkali-kali gw bilang permisi meski di dalam hati, gak cuma gw, jamal dan Udin pun sama. Kami semua tidak mau memandang areal pemakaman yang selalu tercium aroma melati.
Ketika sudah sedikit berjalan jauh dan meninggalkan areal pemakaman,
Maka, tibalah kami di kebun bambu, benar saja, baru saja menginjakkan kaki di kebun bambu, angin dingin seperti berhembus begitu saja, membuat api di obor kami perlahan bergoyang. lalu, tiba-tiba, kami semua mendengarnya..
“Kreek Krekkkk Krekkkk”
Kami berpandangan satu sama lain, tahu akan apa yang menimpa kami, tanpa pikir panjang, gw langsung melihat kesana-kemari, bersiap mengambil ancang-ancang untuk segera meninggalkan tempat ini, Udin yang pertama lari, di ikuti Jamal dan terakhir gw, entah apa yang gw pikirkan, malam itu jauh lebih gelap dari biasanya, gw lari tanpa memperdulikan sandal yang terlepas dari kaki gw, sandal bisa di cari besok hari, tapi kalau nyawa, kemana gw harus mencari.
Udin dan Jamal sudah menghilang dari pandangan gw, memang sial betul gw, karena gw yang paling kecil saat itu.
Langkah kaki gw gak selebar mereka berdua. Belum juga gw memikirkan itu, tiba-tiba kaki gw terperosok masuk saat tersandung sulur-sulur bambu yang gak gw lihat di depan gw, sontak gw terjatuh dengan wajah menghantam tanah. Keras sekali, sampai kening gw sakit sekali.
Lalu, suara itu kembali lagi.
“krieeekkk krieeekkkk krieeekkkkk”
Dan benar saja, belum gw berdiri, di depan gw melihat makhluk kecil, tingginya gak lebih tinggi dari anjing milik tetangga gw, mungkin seukuran ayam kampung, matanya merah menyala di tengah kegelapan, kepalanya benar-benar menyerupai monyet lengkap dengan taringnya ketika makhluk itu bersuara “krieekkkk krieekkkk krieeekkkk” di depan gw.
Tidak ada pergerakan di antara kami berdua, sementara gw terus melihat makhluk itu, terpaku dengan sosok yang asing dan mengundang penasaran.
Yang gw denger dari cerita tentang hantu ini adalah, hantu ini biasanya menggelitik korbanya hingga tewas, itulah sebabnya korbanya meninggal dengan mata dan mulut terbuka, namun yang gak gw tau adalah proses bagaimana makhluk ini menggelitik korbanya, dan ada lagi yang pernah gw denger dari makhluk ini. Meski kakinya bersirip seperti bebek, namun ketika berlari, makhluk ini cepatnya bukan main, bahkan mustahil bisa selamat dari kejaran Wergoel, hanya ada satu cara yang bisa menyelamatkan diri dari cengkraman Wergoel, yaitu, dahan pisang.
Wergoel sangat takut dengan suara cambuk yang keras, dan suara cambuk bisa di hasilkan dari dahan pisang yang di injak sampai membentuk sulur yang meliuk, sehingga ketika di lecutkan di tanah, maka suaranya menyerupai suara cambuk yang menggelegar.
Sayangnya, tidak ada kebun pisang di areal kebun bambu, hanya dahan dan sulur bambu yang mustahil bisa menghasilkan suara menyerupai cambuk, jadi gw pun hanya terpaku mematung melihat makhluk itu yang hanya berdiri seperti menunggu reaksi gw.
Pasrah, itu yang dulu gw pikirin, sampai gw mendengar suara cambuk di lecutkan dari jauh, rupanya itu Udin dan Jamal, mereka kembali dan berlari menuju gw sembari menghantakkan cambuk dari dahan pohon pisang, seketika itu juga gw bisa lihat makhluk itu berlari cepat sekali, menghilang di sela-sela bambu yang bertebaran di kebun ini.
Rupanya, Udin dan Jamal tidak meninggalkan gw, saat mendengar suara Wergoel mereka sudah di peringatkan, karena Wergoel biasanya hanya mengejar 1 orang yang paling lambat, Wergoel tidak pernah bisa menyerang lebih dari 1 kali.
Dan untuk itulah yang pertama kali mereka lakukan adalah mencari pohon Pisang, karena mereka tau, gw gak bakal bisa lari secepat mereka, malam itu menjadi kenangan bagi kami bertiga, dan setiap kali gw bertemu dengan Jamal dan Udin, gw selalu mengingatkan mereka tentang masa kecil kami dimana kami bertemu dengan Wergoel yang akan terus gw ceritain untuk anak-anak gw kelak.
Satu hal lagi, yang bakal gw jelasin, konon menurut kabar yang gw denger, kemunculan Wergoel biasanya menjadi pertanda, bukan pertanda baik atau buruk, melainkan pertanda bahwa tidak jauh dari tempat suara Wergoel muncul, sesungguhnya ada makhluk yang jauh lebih mengerikan tengah mengamati, siapa itu?
WEWE GOMBEL.
Namun nanti gw akan ceritain Wewe Gombel ini.
Karena yang gw ceritain berikutnya adalah makhluk Hitam yang besar, yg dulu suka sekali memakan gabah. Warga kampung gw memanggilnya dengan “Kemuning Ireng” atau lebih di kenal dengan sebutan “BUTO”
3. KEMUNING IRENG (BUTO)
Pertama kali gw denger cerita ini dari desa sebelah, masih satu kecamatan dengan desa gw.
Suatu malam, terdengar sebuah suara seseorang tampak tengah mengunyah. Semakin lama, suaranya semakin intens, karena rasa penasaran, maka di carilah suara itu yang rupanya berasal dari sawah.
Namun anehnya tidak ada siapapun disana, tapi suaranya masih terdengar, dengan berbekal obor di tangan, pak Salim tetap mencari.
Ia tidak pernah berpikir macam-macam sebelumnya, berjalan di atas rerumputan basah di samping sawah pak Salim masih mencari sumber suara itu.
Sampai ia berhenti di atas tumpukan padi yang sudah di babat, dan menyisahkan akar liarnya, disana pak Salim melihatnya.
Sesosok makhluk yang tingginya hampir setara dengan pohon mengkudu, besarnya kurang lebih 3 lelaki dewasa gemuk, kulitnya hitam legam dengan mata kecil di wajah.
Sosok itu menyaruk-nyaruk bekas gabah, memasukkanya ke dalam mulutnya yang besar, seolah-olah makhluk itu sudah lama tidak pernah makan, melihat itu, pak Salim sampai harus menahan nafas, karena pak Salim tau. Makhluk apa yang ada di hadapanya.
Menunggu, sendirian, pak Salim masih menunggu makhluk itu pergi, dan benar saja, setelah puas melahap habis sisa gabah di depanya, makhluk itu pergi, langkahnya tersaruk-saruk, yanh pak Salim ingat hanya satu, bau tubuhnya seperti bau ubi di panggang dalam api.
Berpikir bahwa pak Salim sudah aman, beliau menceritakan ini pada semua orang, beberapa menanggapi dengan tidak percaya, yang lain menanggapi dengan ngeri, dan yang membuat pak Salim harus menelan ludah adalah ketika pak Salim bercerita pada tetangganya.
Wajahnya pucat mendengar tutur kalimat pak Salim, seolah setiap kalimatnya seperti racun, dengan gagap, tetangga pak Salim memberitahu sebuah mitos tua. Tentang makhluk yang suka memakan Gabah. Kemuning ireng. katanya.
Menurut kepercayaan, Kemuning Ireng memang berkeliaran setiap malam, biasanya ia hanya memakan sisa gabah dari sawah yang baru saja panen, dan siapa yang melihat Kemuning Ireng untuk menjaga lisannya, dan tidak menceritakanya kepada siapapun.
Karena orang jawa percaya, Kemuning Ireng muncul biasanya di ikuti oleh pertanda bahwa di musim berikutnya, Sawah itu akan panen kembali dengan hasil yang lebih memuaskan, namun, ada satu pantangan yang tidak boleh di lakukan, siapa yanh melihat Kemuning Ireng, di larang keras menceritakan wujudnya pada siapapun, karena Kemuning Ireng bisa mencium aroma darah manusia, dan bila malam itu pak Salim berpikir bahwa makhluk itu tidak tau bahwa pak Salim memergokinya, sepertinya pak Salim harus berpikir kembali, bisa saja, Kemuning Ireng itu memang sedang mengujinya, dengan cara berpura-pura tidak tau, dan dengan kejadian bahwa pak Salim sudah menceritakan tentang kemunculan makhluk ini, pak Salim mulai di liputi rasa takut. Setiap malam, beliau akan berhenti di pintu rumah, melihat keluar dari jendelanya, berharap makhluk itu tidak datang menemuinya.
Malam demi malam di lewati pak Salim dengan rasa khawatir yang bertumbuh menjadi paranoit parah, sampai di malam yang entah keberapa, pak Salim mencium aroma familiar, aroma Ubi yang baru saja di bakar di bara Api.
Pak Salim terdiam melihat sesuatu mendekat.
Di zaman itu tidak ada rumah penduduk yang terbuat dari batu bata dan semen, karena rumah jaman dulu kebanyakan di bangun dari bambu atau kayu, pak Salim hanya duduk bersembunyi di balik pintu, menunggu dan berharap makhluk itu hanya sekedar lewat, namun, aromanya semakin menyengat.
Tidak beberapa lama, aroma itu menghilang, lenyap begitu saja. pak Salim kembali mengintip apakah makhluk itu benar-benar pergi, di lihatnya dari sela bambu di dalam rumahnya, dan benar saja, bayangan yang tadi mendekat sudah lenyap
Berpikir bahwa malam ini pak Salim sudah aman, pak Salim bergegas menuju kamarnya, namun, kaget bercampur kebingungan, pak Salim melihat isterinya sedang tidur dengan dirinya sendiri.
Benar, di atas ranjang, ada sosok yang menyerupai dirinya, sedang tidur bersama isterinya.
Rupanya, itu bukan mimpi. Berkali-kali pak Salim mengingatkan dirinya, sampai ia sadar, aroma sosok yang menyerupai dirinya tercium seperti aroma ubi rebus, di situlah pak Salim sadar, makhluk itu entah dengan cara apa dan bagaimana sudah menjelma menjadi dirinya, pertanyaanya sekarang apa yang terjadi dengan pak Salim?
Kabarnya, setelah kejadian itu, pak Salim di temukan dalam keadaan gila, isterinya yang pertama kali tahu, namun banyak warga yang mengatakan apa yang terjadi dengan pak Salim karena kelakuanya tempo hari, menceritakan apa yang seharusnya tidak di ceritakan.
Tetangganya sendiri menceritakan semuanya kepada isterinya. apa yang terjadi dengan pak Salim adalah ulah dari Kemuning Ireng, dan memang kebanyakan dari mereka bila berurusan dengan makhluk ini hanya memiliki 2 pilihan. mati secara tidak wajar, atau menjadi gila selamanya.
4. Mbah Puteri (Bahu laweyan) dan Jin Penjaga
Mbah Puteri adalah salah satu tetua paling di hormati dulu di kampung ini. karena, sebelum kampung ini benar-benar berdiri seperti saat ini, Mbah Puterilah yang pertama kali tinggal di sebuah rumah besar dengan gaya arsitektur belanda.
Menurut kabar yang sering gw dengar dari orang-oramg, sehari-hari mbah Puteri mengenakan kebaya lengkap dengan sanggulnya, akan tetapi, ada hal yang membuat warga sedikit takut dengan mbah Puteri, apa itu?
Kabarnya, di belakang mbah Puteri kadang terlihat manusia yang tinggi besar, beberapa menyebutnya dengan Jin penjaga yang mengikuti mbah Puteri, dan berapa jumlah mereka??
Mungkin ini terdengar sedikit berlebihan, menurut apa yang gw denger dari cerita orang-orang, yang mengikuti mbah Puteri hampir seperti sebuah pasukan kerajaan.
Ada lagi yang membuat mbah Puteri sedikit di takuti, yaitu, dia seringkali memakan bunga-bunga’an yang tumbuh di halaman rumahnya secara langsung tepat di depan warga kampung.
Benarkah mbah Puteri sebegitu misteriusnya, kali ini, gw akan ceritakan detail siapa mbah Puteri itu?!
Mbah Puteri pertama kali datang dan membangun rumah di kampung ini setelah mengikuti suaminya yang adalah seorang Menir yang bertugas mengawasi lahan Tebu, suaminya mbah Puteri sendiri memiliki kedudukan strategis di pabrik gula dekat dengan kampung gw
Saat sebelum kampung ini di huni, yang ada disini hanya sebuah Rawa yang di penuhi oleh pepohonan rindang, di kiri kanan rumah pun hanya ada tanaman-tanaman liar, saat itu, keadaan kampung ini nyaris seperti alas kecil, begitu sepi nan mencekam.
Selama pernikahan mbah Puteri dengan Suaminya (Menir), mbah Puteri belum juga di karuniai seorang anak. Kabarnya, banyak gosip yang berkembang bahkan sampai suami ke 14 nya beliau, mbah Puteri kabarnya tidak boleh bersetubuh dengan lelaki manapun termasuk Suaminya sendiri.
Namun itu hanya sebuah rumor, yang terjadi adalah, Suami mbah Puteri lebih banyak menghabiskan waktu di pabrik atau lahan tebu yang jaraknya tidak terlalu jauh dari desa gw, karena sendirian inilah, kabarnya mbah Puteri seringkali berinteraksi dengan mereka yang berbeda alam.
Disinilah pertanyaan terbesar gw?
Mungkinkah kesepian yang membuat mbah Puteri beralih menjadi sesuatu yang membuat orang-orang berpikir bahwa mbah Puteri memiliki ilmu hitam.
Sebegitu kuatnya kah beliau??
Sampai tidak ada yang berani membicarakan beliau termasuk para tetua kampung?.
Namun ada cerita yang selalu membuat gw merinding tiap kali gw inget.
Seinget gw sampai saat ini, gw gak pernah tau, bagaimana wajah atau rupa mbah Puteri namun Ibuk, selalu mengatakan bahwa gw, seringkali di datangi oleh mbah Puteri
Bahkan Ibuk bercerita, mbah Puteri sudah menganggap gw sebagai anaknya.
Sekarang, tiap gw inget nama beliau, gw selalu terbayang wajah wanita tua yang gk pernah gw lihat secara nyata namun wajah wanita tua itu selalu terkenang termasuk ketika gw melihat Nini towok, wajahnya nyaris
Sama persis. mungkinkah itu wajah mbah Puteri? gw gak tau.
Kembali ke cerita mbah Puteri, disinilah, dulu, mbah Puteri kabarnya pernah membuat sebuah patung kecil yang di buat dari jerami, dan batok kelapa, patung itu tepat di letakkan di depan rumahnya.
Setiap hari, patung itu terus bertambah. Lagi, lagi, dan lagi, sampai halaman mbah Puteri penuh dengan patung itu. Ketika suaminya pulang, beliau kaget dengan apa yang terjadi di dalam rumah mereka, disinilah awal kengerian itu muncul, karena patung yang lebih terlihat seperti boneka pasak itu, kabarnya di setiap patung jerami itu, ada Jin yang mendiaminya.
Setiap malam, ketika hari mulai gelap, seringkali terdengar suara dari luar rumah yang membuat suaminya tidak nyaman, berbeda dengan suaminya, mbah Puteri senantiasa memasang wajah penuh senyuman yang di artikan seperti melihat anaknya sendiri.
Lambat laun, suaminya semakin lama kesehatanya semakin menurun, beliau menjadi lebih sering sakit-sakitan, mbah Puteri tetap menjalankan kewajibanya sebagai isteri, merawat dan menemaninya bahkan sampai ajal menjemput.
Mbah Puteri kemudian kembali menikah.
Suami keduanya beliau juga bernasib sama, lama kelamaan entah apa yang terjadi di rumah itu, tiba-tiba saja jatuh sakit. Lalu kemudian berujung pada maut kembali.
Disini, mulai banyak pendatang yang menempati lahan di kampung ini
Disinilah, kakek gw membuka lahan pertama yang anehnya, saat kakek gw datang, dia sempat bertamu di rumah mbah Puteri. Berceritalah kakek gw waktu itu, rumah mbah Puteri kabarnya ramai oleh suasana tidak mengenakan.
Dan benar saja. Rupanya, pasak-pasak yang di pasang memang bukan pasak sembarangan. Rupanya itu adalah cara mbah Puteri melindungi dirinya.
Melindungi dari apa??
Nanti gw jelasin, karena sejujurnya cerita mbah Puteri ini sangat panjang jadi kelak gw akan ceritakan detailnya. bukan sekarang.
Di pernikahan berikutnya itulah mbah Puteri baru di ketahui bahwa beliau adalah Bahu laweyan. Apa itu bahu laweyan?
Bahu laweyan adalah mereka-mereka yang umumnya sudah di sukai oleh jin sejak pertama mereka lahir
Jin ini tidak pernah berniat merasuki atau mencelakai, sebaliknya, mereka menjaga si bahu laweyan namun dengan catatan, tidak boleh ada yang berani-berani mendekati seorang bahu laweyan, apalagi menikahinya, karena jin ini akan terus dan terus membuat pasangan bahu laweyan tersiksa lalu kemudian meninggal.
Cara membunuhnya, menurut orang yang tahu perihal fenomena ini, setiap malam hari, ketika sudah terlelap, jin ini akan menghisap darah pasanganya, perlahan-lahan, dan hal ini lah yang lambat laun menjadi rasa sakit, hingga berujung kematian.
Namun biasanya, Bahu Laweyan hanya berakhir di pernikahan ke 7, karena setelah pernikahan ke 7, bahu laweyan terlepas dari ikatan jin itu. Yang menjadi pertanyaanya, kenapa Mbah Puteri bisa menikah hingga 14 kali??
Jawabanya, karena yang ikut mbah Puteri bukan 1 Jin, melainkan satu pasukan Jin.
Jadi, gw akhiri soal Mbah Puteri dan Bahu Laweyan. kita lanjut ke cerita berikutnya.
~Nyai Pigih
Tidak ada yang tidak tau bila mendengar nama nyai Pigih, terutama warga rt 05, karena kabarnya, nyai Pigih tinggal di area ini.
Desa ini memiliki 6 rt, dimana rt 5 adalah rt yang paling dekat dengan rawa dan area pemakaman, serta rt 05 merupakan rt yang paling sepi warganya. Bahkan jarak satu rumah ke rumah lain sangat jauh.
Selain itu, rt 05 juga adalah rt yang paling subur, sejuk, dan nyaman, karena masih di tumbuhi banyak pohon, jadi cuaca panas pun tidak pernah terasa di rt 05, namun kenyamanan rt 05 sepertinya tidak bisa du ucapkan manakala matahari sudah tenggelam.
Kenapa. Karena ketika hari petang, rt 05 adalah rt yang paling mengerikan, bukan hanya karena sepi dan gelap gulita, namun karena banyaknya aktifitas dunia lain yang kadangkala bersinggungan dengan warga, termasuk kehadiran nyai Pigih.
Siapa nyai Pigih.
Nyai Pigih atau yang lebih di kenal dengan Pigih yang berarti perawan, adalah sosok wanita bergaun putih dengan rambut panjang yang terurai hingga menyentuh tanah, menurut warga yang pernah melihatnya, penampilanya selalu berbeda-beda namun inti kehadiranya sama.
Yaitu bahwa nyai Pigih adalah seorang perempuan yang pernah hidup dan meninggal di hari dimana ia akan menikah sehingga ia bergentayangan dan suka menampakkan diri pada laki-laki.
Namun faktanya, nyai Pigih lebih sering menampakkan dirinya di hadapan anak mbuncit yaitu anak terakhir.
Yudi. Adalah teman gw sewaktu SMP, rumahnya ada di rt 05, dulu, Yudi pernah punya pengalaman dengan nyai Pigih yang menurutnya ia tinggal di pohon Juwet samping kamarnya.
Rumah Yudi sendiri berdiri di tanah paling ujung, berdekatan dengan kebun bambu, tetangga terdekatnya adalah seorang kakek nenek bernama mbah Giso, yang menempati lahan kebun Bambu, setiap petang, rumah Yudi pasti sudah di tutup, dan memang jaman dulu selalu seperti itu.
Kamarnya sendiri berada di belakang, dan di samping kamar Yudi, ada sebuah pohon juwet tua.
Semua orang pasti tau apa itu pohon Juwet, sejak dulu pohon juwet memang menyimpan sejuta misteri, karena menurut kabar, pohon juwet adalah salah satu pohon yang di sukai oleh bangsa lelembut, termasuk pohon juwet samping kamar Yudi.
Setiap malam, Yudi mencium aroma melati yang menyengat dari luar kamarnya.
Aroma melati bukanlah hal asing bagi mereka yang sudah terbiasa menciumnya, karena mitosnya, aroma melati seringkali di kaitkan dengan kehadiran 3 makhluk, Kuntilanak, Sundel bolong, dan nyai Pigih.
Namun kali ini, tidak hanya aroma melati yang tercium, namun, sebuah ketukan di jendela kayu kamar Yudi.
“tok tok tok”
Yudi sendiri tidak berani memeriksanya, apalagi melihatnya. Karena pernah Yudi tanpa sengaja menangkap sosok asing saat ia tidak sengaja mengintip dari celah jendela kayunya.
Yudi melihat sesuatu di sudut lahan luar kamarnya, tepat di bawah pohon juwet, ada seseorang yang sedang berjongkok. Ia mengenakan gaun putih, dengan rambut yang sangat panjang, awalnya Yudi mendengar suara lirih, seperti seseorang sedang bernyanyi, membuyarkan kantuk Yudi.
Berbekal nekat dan penasaran, Yudi mengintipnya.
Ketakutan adalah hal pertama yang Yudi rasakan.
Meski membelakangi, namun Yudi tau, suara itu berasal dari dia yang ada disana. Nadanya hampir menyerupai nada sinden yang biasa terdengar di pergelaran wayang.
Lama Yudi mengamati, sampai, ia membalikkan wajahnya.
Setelah itu. Yudi melesat ke tempat tidur, mencoba melupakan apa yang baru saja dia lihat, apakah semuanya berakhir disini.
Kabarnya semenjak kejadian itu. Yudi seringkali merasa bahwa dia terkadang mampir dan masuk ke dalam kamar Yudi. Yang paling tidak akan bisa Yudi lupakan adalah, ketika Yudi melihatnya, duduk di almari baju Yudi, menatapnya dengan bibir tersenyumnya.
Meski begitu, Yudi mengatakan bila nyai Pigih tidak pernah sampai membuatnya celaka, hanya menampakkan dirinya sesekali, seolah memberitahu eksistensinya di hadapan Yudi.
~ Sundel Bolong
Ada satu jalan di kampung gw yang bisa di katakan paling di hindari, karena di jalan ini seringkali terlihat seorang wanita yang cantik nan jelita tengah duduk menunggu pedagang keliling lewat, hanya saja, di punggung wanita ini ada sebuah lubang mengangah.
Ya. Warga kampung memanggilnya. Sundel bolong.
Tidak sedikit mereka yang pernah bersaksi melihat makhluk yang satu ini.
Karena kecantikanya kadang membuat seseorang tidak sadar, termasuk Cak mun, yang dulu seringkali berjualan bakso daganganya di kampung gw, setiap kali ia akan lewat jalan itu, seolah-olah firasatnya selalu di liputi perasaan tidak enak, namun ia tidak dapat menolak karena jalan ini merupakan akses satu-satunya ke kampung gw.
Singkatnya, ada sebuah buk kuning atau tempat duduk yang di bangun dari semen dan biasanya di gunakan warga untuk nongkrong karena tempatnya sendiri berada di perempatan antara rt 03 dan rt 04, disinilah biasanya terlihat seorang wanita tengah duduk sendirian
Cak Mun yang tau bahwa wanita yang tengah duduk sendirian itu bukanlah manusia berusaha bersikap wajar, namun setiap kali melewati wanita itu, cak Mun selalu mencium aroma amis daging empela.
Berbeda dengan cak Mun, dulu ada penjual nasi goreng yang tidak tahu menahu tentang cerita ini, sehingga ia melewati jalan ini sendirian dan melihat wanita muda itu yang tengah duduk memanggilnya.
Sepanjang malam, si penjual di buat heran karena wanita itu sudah memesan lebih dari 7 porsi sendirian, meski begitu, ia belum menaruh curiga sedikitpun.
Setelah selesai, si wanita membayar penjual nasi goreng dengan uang yang sangat banyak, sehingga ia berpikir bahwa malam ini sungguh mujur.
Sampai, si wanita mengatakan. “mas nyuwun tulung, saget?” (mas, bisa minta tolong?)
Mendengar itu si penjual nasi goreng bertanya, tolong apa, si wanita hanya mengatakan bahwa punggungnya gatal, dan tanganya tidak sampai, meski awalnya ragu, karena di anggap tidak sopan, akhirnya si penjual nasi goreng menyanggupinya.
Berbekal ketidaktahuanya, si penjual nasi goreng mulai menggaruk punggungnya, aneh, karena kulit si wanita ketika di garuk tiba-tiba mengkerut, seolah ikut tercabut, selain itu, ada aroma empela yang sangat amis dan membuat si penjual tidak nyaman.
Dari hal-hal seperti itu, si penjual nasi goreng mulai merasa curiga, sampai, di kuku jarinya ia mendapati belatung disana, kaget, si penjual nasi goreng melihat wanita di hadapanya.
Rupanya, penampilan wanita itu sudah berubah. Rambutnya panjang terurai dengan berantakan, sementara baju yang di kenakan menjadi kain kafan panjang, dan tepat di punggungnya, si penjual melihat daging terkoyak membentuk lubang besar, disana, ia melihat ada puluhan belatung.
Di akhiri suara tertawa cekikikan, si penjual tumbang, jatuh pingsan dan baru di temukan warga keesokan paginya.
Akhirnya si penjual di beritahu bahwa yang menemuinya semalam adalah jelmaan sundel bolong yang memang suka usil di kawasan dekat sini, takut dan ngeri semenjak saat itu, warga sepakat memberikan pencahayaan di jalan ini.
Hingga saat ini, jalan itu masih terkenal dengan cerita ini, meski penampakan sundel bolong di jalanan ini sudah tidak pernah terdengar lagi.
Yang berikutnya akan menjadi penutup Thread ini sekaligus salah satu cerita yang gak akan pernah gw lupain, yaitu. Keranda mayat yang berjalan sendiri mengelilingi kampung.
Sebegitu terkenalnya cerita ini sampai pernah masuk koran lokal, dan bila kalian pernah mendengar cerita keranda mayat yang berjalan sendiri, mungkin dari kampung gw lah cerita itu pertama kali muncul.
Sumber : SimpleMan