Ekspedisi Malam jumat Kliwon



A Thread Supranatural Activity

Horror Story

Gambar cover ekspedisi jumat kliwon



Bagi gw, ini salah satu malam yang paling menantang, karena, rupanya gw gak sendirian.


Untuk mempersingkat malam kita, gak ada salahnya gw ingetin kembali, untuk melihat ke sekeliling, mungkin ada satu di antara kalian yg beruntung, dimana mereka ikut menemani sajian gw malam ini.
Seperti yang gw bilang, kajadian ini terjadi 2 tahun lalu, waktu gw ikut kegiatan kampus yang bergabung dalam team Ekspedisi ke salah satu gunung yg kurang di kenal. Kegiatanya sendiri bertujuan untuk menyambut mahasiswa baru yg bergabung di organisasi Mapala kampus.


Singkatnya, gw adalah satu dari orang yang ikut.


Well, siapa yang gak suka dengan gunung dan alamnya, jadi gw udah seneng aja bisa ikut kegiatan ini, namun, rasa seneng gw harus gw pikir ulang ketika jadwal keberangkatan rombongan adalah malam jumat kliwon.


Gw sempet protes, kenapa harus jumat kliwon, dan dengan enteng mereka cuma bilang, “lu kan sering naik gunung, mau naik hari apa juga sama aja, lihatnya pohon doang”


Salah satu dari pengurus memang kenal gw dan sepak terjang gw naik gunung, tapi, gw pikir ini bukan ide yg baik


Tapi sudahlah.


Akhirnya gw nurut apa kata mereka sebagai pengawas dalam perjalanan ini.


Gunung yg gw maksud gk bisa gw sebutin, tapi gw bisa kasih gambaran sama kalian tentang gunung ini.


Ini adalah gunung yg sebenarnya cukup di kenal di jawa timur, namun, kurang begitu populer untuk di gunakan sebagai jalur pendakian, karena, gunung ini lebih sering di gunakan untuk kamping atau sekedar jurit malam untuk sekolah dan kampus


Jalurnya yg mudah di tempuh dengan mobil, sekaligus jalur yg paling penting, menghubungkan kota gw dengan salah satu kota wisata di jawatimur.


Lanjut.


Kami berangkat bersama rombongan jam 2 sore, kendaraan yg kami gunakan adalah bis yg sudah di sewa, karena cukup banyak yg ikut


Di tengah perjalanan, para pengawas menjelaskan apa saja kegiatan kita disana nanti, karena tujuanya sendiri hanya pengenalan pada anak2 baru yg baru saja gabung ke Mapala.


Gw gak begitu antusias dengernya, namun, semua berubah ketika mereka bilang, “nanti kita ada game dsana”


Di tengah perjalanan, gw bisa lihat banyak anak2 dari fakultas yang berbeda-beda, sialnya, yg dari fakultas Desain, cuma gw sama temen satu-satu nya, itu pun dia adalah salah satu pengawas yg akan bertugas.


Akhirnya, gw cuma diem duduk di kursi paling belakang


Jam 5, kami sampai di tanah lapang yg di tulis sebagai basecamp dengan logo Mapala kami. disana cuma ada rumah gazebo, yg gak terlalu besar, rupanya, ini bukanlah tujuan kita malam ini, karena tujuan kita, akan masuk jauh ke hutan.


Gw akhirnya cuma cengo, sembari geleng-geleng kepala


Maksud gw, ini jam 5 sore, dan bentar lagi, hari mulai petang, dan mereka nyuruh kita masuk hutan. Gak masuk akal sama sekali.


Tapi akhirnya, kami semua setuju, gw bisa lihat gak ada yang keberatan sama sekali, mungkin, ini adalah pengalaman pertama mereka di gunung.


Dan mereka gak tau aja, apa yg tinggal di tempat seperti ini.


Akhirnya, pembagian kelompok pun di mulai, dengan masing2 anggota per kelompok di isi oleh 4 orang.


Gw dapat kelompok dengan 2 cewek dari fakultas Ekonomi, dan fakultas teknik.


Sebut aja namanya, Ndira, Umil dan Bekti. Gw gk keberatan sama sekali, siapapun kelompoknya toh ini cuma kegiatan Mapala biasa yg pasti cuma jalan2 nikmatin malam.


Tapi rupanya, Ndira lebih sering curi pandang ke arah gw, sampe, dia akhirnya bilang waktu kita cuma berdua


“Masnya, bisa lihat ya?”


Gw yg denger itu cuma ngerespon dengan bingung. “lihat apa ya mbak”


Tapi dia gk ngelanjutin, lalu pergi begitu aja.


Tepat setelah sholat isya, kami bersiap masuk ke hutan dengan jalur yg sudah di tandai. Disini, semua di mulai.


Kelompok gw jadi kelompok ke 3 yang berangkat, dimana masih ada 2 kelompok lain, di belakang. sepanjang perjalanan, gw cuma bisa lihat pohon pinus dan semak belukar, berbekal senter, gw jalan paling belakang.


Di depan ada Bekti yg buka jalan plus lihat tanda.


Ketika kami semakin menanjak, gw bisa lihat beberapa kali Ndira ngelirik gw, seolah ada yang mau dia bicarain, gw pun jadi gak nyaman, di lihat seolah-olah gw bawa sesuatu.


20 menit perjalanan gw isi dengan nafas, karena gw punya masalah dengan pernafasan terutama ketika ada di suhu


Dingin.


Bekti memutuskan berhenti waktu melihat Umil udah gk bisa lanjut. Kami pun berhenti di salah satu pohon.


Disini, Ndira ngedeketin gw.


“Lihat gak disana ada apa?”
Ndira nunjuk sesuatu di semak belukar.


“Iya, gw lihat pocong” kata gw sebel.


Ndira cuma nyengir, kemudian pergi lagi. gw, masih lihat tempat itu, dan tiba2 gw jadi merinding setelah ngomong itu, padahal niat gw cuma bercanda. gw gk bisa lihat apa2,


Semenjak kejadian itu, gw ngerasa ada yg ngikutin di belakang, leher belakang gw, jadi lebih dingin.


Sampailah kita di tempat kumpul yaitu di sebuah lahan kosong, seperti lapangan, dan gw bisa lihat banyak orang yg mulai mendirikan tenda, perjalananya sendiri memakan waktu cukup lama, 50 menit.


Anehnya, 2 kelompok yg seharusnya di belakang gw, sudah pada sampe duluan.


“Ban*s*t, lu kemana aja” Cholis, temen gw yang sefakultas nyamperin gw sambil marah.


“Maksudnya?” gw bingung.


Gw bisa lihat banyak pengawas lihat gw gak enak. akhirnya cholis bawa gw menjauh.


“Jalan 15 menit dari basechamp aja sampe hampir 1 jam, gw udah panik sama yg lain”


“Lah. gw lewat jalan yang lu pada kasih tanda” kata gw membela.


“Ya tapi hampir 1 jam, lu muterin gunung apa gimana?”


Ndira ngedeketin gw dan cholis kemudian dia bilang. “Sorry kak, gw tadi capek banget, jadi minta berhenti lama buat istirahat”


Gw, bisa lihat Ndira bohong.


“Ya udahlah, diriin tenda buat kelompok, habis ini, ada game malam” Cholis pergi balik ke tenda pengawas,


Sebelum gw tanya, Ndira seolah tau dan langsung jawab. “Mereka emang suka mas gangguin orang kaya kita”


Kalimat itu bikin, gw makin gk enak.


Gw dan Bekti mulai mendirikan 2 tenda sementara Umil dan Ndira, siapin tempat api di depan tenda, jarak antar tenda gak terlalu jauh, tapi masih lega.


Gw masih mikirin ucapan Ndira, entah kayanya gw familiar dengan kalimatnya.


Setelah semua beres, Cholis manggil gw


Rupanya, gw di tunjuk sebagai kepala kelompok awalnya gw nolak tapi rupanya si Bekti yg ngajuin nama.


Game malam sendiri adalah game dimana kita akan ngambilin sampah di beberapa titik, tujuanya sendiri untuk menghargai alam dengan membersihkan sampah yg di buang sembarangan.


Rupanya, gw baru tau. Lapangan ini adalah lapangan yang biasa di gunain buat off road sepeda gunung, tapi karena malam jadi gw gak lihat jelas. Bila ini tempat off road, artinya titik ini gak begitu jauh dari jalan utama.


Kembali gw mikir, kok bisa sampe selama itu kami jalanya.


Gw balik dan ngejelasin ke yang lain, sekaligus ngasih 2 kantong kresek, dimana yang paling cepet ngumpulin bisa langsung gabung ke api unggun utama untuk ikut jurit malam bareng kelompok lain.


Disini, gw bisa lihat Ndira lihat sekeliling, ada kecemasan dalam wajahnya.


Gw langsung kerahin begitu pengawas meniup peluit bahwa game sudah di mulai.


Tanpa pikir panjang, gw ngajak yang lain ke jalur menuju jalan utama, karena setau gw disana pasti banyak sampah. Rupanya, Ndira berdiri tepat di belakang gw.


Bekti akhirnya sama Umil, benar saja, gw bisa lihat kantong kresek dimana-mana, selagi gw mungutin, Ndira akhirnya ngomong.


“Pocong e usil ya mas”


gw cuma ngelihatin dia sambil tanya. “Pocong apa sih mbak?”


“Lha itu, yang tadi bikin kita muter-muter”


Gw lirik, Bekti dan Umil cukup jauh buat denger obrolan kami. Akhirnya gw tanya.


“Ndir, kamu bisa lihat begituan ta? apa cuma bikin gw jadi ketakutan”


“Loh” dia ngelihat gw curiga “Masnya bisa lihat juga kan?”


“Gw gak bisa Mbak” akhirnya gw bilang


“Lha tapi kok tadi tau, kalau ada pocong yang tak tunjuk tadi”


Gw akhirnya ngelihat dia serius “lu beneran? gak lagi bercanda kan?”


Ndira cuma menggeleng.


“Ada berapa pocong disini?” kata gw, akhirnya nyerah.


“Gak tau mas. gak tak hitung. 40 mungkin”


Gw langsung lemes.


“Tapi mas” kata Ndira, “mata kamu loh, bercahaya. Masa gak bisa lihat?”


Akhirnya gw tau alasanya. Gw jadi inget, waktu peristiwa gw di bawa ke banyuwangi.


“Iya, sudah di hilangkan kok”


Akhirnya Ndira paham


Dari situ, gw mulai tertarik, dan kemudian tanya. “Disini, cuma lu doang yang bisa lihat ya?”


Ndira cuma menggeleng, “ada 5 yang bisa mas, terhitung kamu seharusnya, tapi sekarang jadi 3 orang”


gw coba tanya, siapa aja, tapi si Ndira gk mau ngasih tau.


“Jadi, kalian sama-sama bisa tau siapa aja yang bisa lihat”


Ndira cuma mengangguk kemudian bilang “gk semuanya bisa tau, tapi yang menonjol yang bisa lihat.”


Karena semakin penasaran, akhirnya gw tanya ke Ndira ada apa saja disini.


“Disini banyak pocongnya mas, tapi ada juga mbak-mbaknya”


“Mbak-mbak apa Ndir?”


“Itu di atas pohon, ada mbak yang lagi lihatin kita”


Gw ngelihat ke atas dan bener saja, leher gw tiba-tiba meremang dengan sendirinya.


“Jadi mereka yang bikin kita muter-muter”


Ndira akhirnya mengangguk.


Setelah kantong kami penuh, kami pun balik ke lapangan


Tapi, rupanya, di lapangan gw ngelihat gelagat yang aneh.


Salah satu tenda tampak di penuhin orang-orang yang berkumpul memutari. Gw pun ikut lihat apa yang terjadi.


Rupanya, salah satu pengawas cewek, di pegangi oleh pengawas lain. Matanya melotot melihat semua orang yang ada disini.


Gw ngelirik ke Ndira kemudian ngomong pelan. “Lu bilang ada 5 orang termasuk gw, seharusnya jadi 4 kan, kok bisa lu ngomong jadi 3”


Ndira akhirnya ngomong “yang satu lagi, udah di rasuki soalnya”


Gw kaget. Dengan jarak sejauh itu, bagaimana mungkin Ndira bisa tau akan hal ini.


Bisa di bilang keadaan waktu itu udah gk terkendali, hampir semua pengawas sibuk buat nahan cewek yang gw tau kating gw dari fakultas Ekonomi, gw inget dia juga dulu yang jadi pengawas waktu ospek, yang buat gw bingung, badan cewek sekecil itu, bisa buat 5 cowok nahan bareng-bareng.


Kemudian, sebegitu gak terkendalinya keadaan waktu itu, akhirnya gw inisiatif buat bantu, di situ, waktu pegang tanganya, gw kaget, badanya dingin banget, gak cuma itu, tatapan cewek itu ngelihatin gw seolah-olah gw ini yang dia cari, dia nyengir dan bikin gw merinding


Ndira ngedeketin gw, “Mas, gw lupa. hari ini jumat kliwon bukan sih?”


“Lah” kata gw, “bukanya lu udah tau, kita kesini pas jumat kliwon”


Wajah Ndira kaya nyembunyiin sesuatu, kemudian dia berujar. “ini tempat rame banget mas, udah kaya pasar”


Gw yang denger itu langsung tau


Disitu, cewek itu mulai ketawa, serem banget ketawanya sampe gw gk tau harus bereaksi gimana, sementara pengawas yang lain mulai baca-baca ayat suci, sambil di siram air.


Gw cuma ngebatin “lah, disini gk ada penanggung jawabnya atau gimana”


Setelah ketawa, dia nangis, kenceng banget suaranya, dan terakhir, dia mengeram mirip suara macan. Akhirnya setelah gantian pegangin dan gakk bisa apa-apa, kami sepakat buat angkat dia, sementara satu orang mulai cari pertolongan.


Disini, Ndira masih ngelihatin sekeliling, sementara anak-anak yang lain, di suruh buat tetap kumpul dan jangan ada yang melamun.


Gw ngedeketin Ndira.


“Ada apa sih”


“Lu gk kerasa apa gimana?” kata Ndira.


“Makasudnya?”


“Mereka ngincar kita,” kata Ndira.


“Kita, gimana maksudnya?”kata gw


“Tuh tadi lihat gak sih mata tuh makhluk ngelihatin lu sambil nyengir?” Ndira akhirnya nunjuk tanah lapang di sekeliling.


“Disini itu udah kaya pasar!! rame banget, gw gak pernah lihat sebanyak ini ngumpul jadi satu”


“Trus gimana?”


Ndira ngelihatin cewek itu yang juga ngelihatin kami. “Lu tau berapa yang masuk ke tubuh tuh cewek?” kata Ndira


“Berapa emang?”


“sekitar 14’an lah”


Akhirnya gw tau apa yang terjadi, jadi gw tanya. “Sekarang lu kasih tau, siapa, selain gw, lu dan tuh cewek yang bisa lihat beginian?”


Ndira tampak giring gw ngikut ke anak-anak yang masih ngumpul kemudian nunjuk cowok yang duduk di sudut.


“Mas yang itu” katanya nunjuk.


Gw pun mendekati mas itu, yang posisinya dia duduk di ujung, hanya saja kayanya dia diem, anteng, seolah gk panik sendiri, Ndira nahan gw, “Dia jahat” kata Ndira.


Gw gak paham maksudnya, tapi begitu gw udah deket banget, dia ngelihat gw, kemudian, nyinden..


Gw otomatis kaget sama anak-anak yang ada di dekatnya, gimana gak kaget ketika melihat cowok nyinden dengan suara cewek.


Gw semakin merinding total. Gw akhirnya cuma bisa ngelihatin, pengawas yang lain, gk ada yang berani deketin nih cowok.


Padahal Ndira sendiri bilang.


“Cuma ada satu yang di dalam tubuhnya”


Tapi seolah-olah kita semua tau betapa negatif energi yang merasuki, semakin larut akhirnya gw denger suara motor, ternyata pengawas yang di tugasin buat nyari bantuan datang sama warga


Disana akhirnya beliau bantu megangin, di belakangnya, ada mbah.


Mbahnya ini pake sarung doang, dimana dia gak pake baju, padahal waktu itu dingin banget.


“Walah-walah, iso-isone ne ngadakno acara ngene malam jumat kliwon ngene to le le” (walah-walah, bisa-bisanya kalian mengadakan acara pada malam jumat keliwon begini sih nak nak) kata beliau.


Pertama, tuh mbah-mbah ngelihatin cowok yang nyinden sendiri, tapi kayanya beliau gak perduli, malah datangin cewek yang pertama kerasukan, cara nyambutnya pun gak masuk akal, karena yang dia lakuin, cuma megang jempol kakinya, tiba-tiba dia teriak, kaya kesakitan


“Rasakno” kata mbah itu. Gw kagum ngelihatnya, karena setelah teriak keras tuh cewek jatuh pingsan, kemudian mbahnya bilang sudah selesai, yang kedua ini, mbahnya cuma megangin kepalanya, walaupun mata tuh cowok melototin mbah ini, tapi setelah entah nyabut apa di ubun-ubunnya, cowo itu pingsan. Cowok itu jatuh pingsan begitu saja.


Setelah itu, gw bisa lihat mbah itu ngobrol sama para pengawas, dan kemudian kami meninggalkan tempat itu, turun lebih ke bawah, disana ada surah kampung, gw dan yang lain akhirnya bermalam disana.


“Apa sih yang lu lihat tadi?” kata gw


“yang mana?” katanya bingung.


“yang katanya jahat” jawab gw.


“Oh, yang itu. Gw gak tau tiba-tiba dia datang entah darimana, karena sebelumnya gw gak lihat dia datang darimana?”


“Maksudnya gimana?” gw bingung.


“ya, tuh makhluk datang gitu aja, dan hawanya itu bikin merinding”


“Orang kaya lu bisa merinding juga” kata gw baru tau


“Tak kasih tau, tuh cewek jadi rebutan 14 yang masuk ke tubuhnya, tapi nih makhluk, dia sendirian masuk dan gak ada yang ikutan masuk, jadi coba lu simpulin seberapa kuatnya dia sampe bikin yang lain gak berani, padahal itu rame lo”


“Trus, darimana lu tau, kalau ada yang kerasukan”


Ndira diam cukup lama, kemudian dia bilang “ada yang ngasih tau gw”


“Ngasih tau gimana?” tanya gw penuh selidik


“Ya ada yang ngasih tau gw, mbah buyut” katanya.


“Mbah buyutmu?”


“Nggih” jawab Ndira dengan wajah tidak tertarik.


“Maksudnya, mbah buyutmu disini, dia yang ngasih tau”


Akhirnya setelah gw pojokin Ndira pun menceritakan semuanya.


“Sebenarnya, gw di kasih ini, dan ini itu kaya turun temurun dari keluarga bapak, katanya, buat jaga gw dari kejadian kaya tadi, itulah kenapa gk ada yang deketin gw”


“Mbah buyutmu yang jagain elu gitu?” kata gw


“Nggih. mbah buyut gw yang jaga”


“Dimana beliau sekarang”


Ndira ngelihatin gw, “Dia di belakang lu, sedang ngendus bau badan lu”


Gw cuma bisa bantah “Bercandanya gk lucu sih ini”


“Terserah”


Tapi, gw emang ngerasa gak nyaman.


“Trus, lu bilang mata gw bercahaya, kok gw gak bisa lihat mata lu bercahaya” kata gw


“Lu sendiri kan yang bilang, ada yang nutup mata batin lu” Ndira diem cukup lama, kemudian ngasih tau sesuatu yang baru gw tau “Alasan sekuat apa coba yang bisa bikin mata batin lu di tutup paksa gini”


Gak tau kenapa, pertanyaan Ndira kaya semacam kode tersirat yang bikin gw harus bertanya lebih jauh.


“Maksudnya gimana?”


Awalnya dia ragu, tapi akhirnya Ndira bicara sama gw.


“Ada 2 manusia yang bisa lihat bangsa alus. Memperdalam kebatinan dan pemberian langsung dari tuhan”


“Masalahnya, lu masuk ketegori yang kedua” Ndira diem lagi, “dan gak butuh alasan untuk orang yang belajar kebatinan buat nutup mata batinya, tapi, untuk orang dengan kelebihan seperti ini, itu susah buat nutupnya, lu gak inget tahapan bagaimana pas mata batin lu di tutup”


tiba-tiba gw inget lagi kejadian waktu itu. Waktu dimana gw di bawa ketemu sama orang yang bisa nutup, itu pun di lakukan setelah gw sembuh sehabis khitan.


Gw diem lama, kemudian tanya. “Gimana cara lu tau kalau gw dari lahir bisa lihat?”


Ndira ngelihat gw kaya penuh selidik. “Lu gak tau apa-apa ya kayanya, apa sengaja gak di kasih tau ya?”


“Gw gk tau apa-apa” kata gw pasrah


“Pantes lu gak nangkap pesan gw dari tadi” katanya, gw akhirnya tanya apa maksud pesan itu tapi, Ndira menolak ngasih tau lebih jauh.


“Lu pengen tau gimana gw bisa tau lu bisa lihat dari kecil” katanya “tau di belakang mata kamu, tepatnya di belakang kepala kamu, disana ada 2 mata lagi, meskipun lu bilang udah di tutup, tapi masih kelihatan bercahaya, gw asumsiin lu sama kaya gw” katanya.


“Trus”


“cewek dan cowok tadi beda, mereka kayanya belajar kebatinan dulu, jadi mereka gk bisa lihat gw”


“Satu lagi siapa yang bisa lihat?”


Ndira kayanya nahan diri, buat ngasih tau yang terakhir, jadi akhirnya gw gk maksain


Malam itu, gw pake buat tanya banyak hal, termasuk rupanya, sesama yang di kasih sejak lahir bisa lihat hanya dengan mata, pantes, kebanyakan tiap gw ketemu orang yang tau begituan, mereka selalu memandang gw tertarik, di antaranya, orang yang gw lupa namanya, yang nyuruh gw, nyuruh gw buat tiduran beralaskan daun pisang dan berbantal batang pohon pisang.
(lain kali gw bakal ceritain, karena ini bakal lama. Gak sekarang dulu.)


Disitu juga gw ngomongin makhluk apa aja yang ada disana, Ndira pun ngasih tau gw tentang kesalahan kaprah orang-orang, dimana sebenarnya pocong itu terbang, mereka gk loncat seperti di film.


“Pocong itu terbang, mereka gk lompat, dan kuntilanak sama sundel bolong itu berbeda”


“Sundel bolong itu kakinya gk napak tanah, sedangkan kuntilanak, mereka gak terbang, tapi merangkak, lu bayangin, kalau lihat kuntilanak di atas pohon, di pikir mereka terbang, padahal, mereka merangkak ke atas pohon”


Ngobrolin hal itu bikin gw merinding setelah tau banyak hal.


Keesokan paginya, Bis kami datang, kami kembali melanjutkan aktifitas Mapala, dan penerimaan anggota baru, sampai akhirnya balik ke Bis sebelum pulang, termasuk berkemas.


Sementara cewek dan cowok yang sempet kerasukan, kami sepakat gak ngmongin itu sama sekali.


Yang gw tau, si cewek emang lagi ada masalah menurut kabar yang gw denger, sedangkan si cowok, dia lagi sial saja sempet kosong pikiranya, karena kaget mungkin atas apa yang ada disana. Di dalam Bus, Ndira balik duduk sama Umil, saat itu, entah kenapa gw udah nebak siapa orang ke 5 itu.


Walaupun ini kejadian yang cukup menegangkan, gw dapat pelajaran banyak dari ini.


Sekarang, gw masih sering sih lihat Ndira di kampus, tapi, gw udah gak lanjut ikut Mapala, karena sekarang, gw kerja sambil kuliah.


Terakhir kali kami ngobrol, waktu gw ketemu dia di kantin, Ndira ngasih tau sesuatu.


“Sebenarnya, lu juga ada loh yang jagain, hanya saja, dia jaganya cuma dari jauh” gw yang denger itu pun kaget awalnya, tapi Ndira ngelanjutin “gw rasa , nyokap lu tau sesuatu, coba tanyain beliau”


Namun sampai saat ini, gw belum tanya sama sekali sama nyokap, lain kali mungkin gw bakal tanyain, toh sekarang gw udah nyaman dengan kehidupan gw yang sekarang.


Terakhir, sebenarnya, di kamar gw udah di tanam sesuatu, yang bikin makhluk seperti itu gak bisa masuk.


Makanya, gw paling nyaman ada di kamar, pernah gw usul buat di tanam di rumah, tapi rupanya penghuninya gak terima karena mereka disini lebih lama, akhirnya demi kebaikan bersama, cuma di tanam di kamar biar gw punya ruang privacy, kalau ada waktu gw bisa ceritain


Intinya, gw cuma mau bilang. Mungkin di antara kalian juga ada yang lagi merhatiin atau jagain, apapun itu, lebih baik kalau kita bisa bersikap bijak, dan kalau tidak menganggu, ya biarin aja, yang penting, jangan pernah jauh sama yang buat hidup. Allah Swt


Kalau kata orang jawa.


“Sing Moho kuoso, sing Nentuno garis uripe menungso”
(Yang maha Kuasa, adalah yang menentukan garis hidup manusia)


Gw tutup Thread ini. Selamat malam.


Sumber : SimpleMan