Cerita Viral Mbarep Tunggal (Keluarga Jawa)

Gambar cover mbarep tunggal keluarga jowo



HORROR THREAD

MBAREP TUNGGAL, dalam bahasa jawa, berarti anak pertama dan satu-satunya, namun, di keluarga saya, kalimat ini berbeda, memiliki makna yang lain yang sudah di percaya turun temurun bahkan sejak jaman Trah Tumerah yang dalam silsilah keluarga jawa sebagai nenek moyang pertama
Mulai dari sini, cerita ini akan sy buka, dengan satu kisah yg selama ini selalu sy pikirkan


Apa hubunganya GETIH ANGET dengan MBAREP TUNGGAL dalam silsilah keluarga gw?


Konon, gw bukan satu-satunya orang yang terlahir dengan anugerah seperti ini, karena sebelum gw lahir, sudah ada yang mendapatkan hakekat sebagai Getih anget yang sekaligus menyandang nama sebagai “MBAREP TUNGGAL” yang begitu di agung-agungkan keluarga sy, beliau adalah sepupu dari Bu De sy.

Gw memanggilnya dengan nama “Mas Didik” dan kisah ini, akan sangat amat behubungan dengan beliau.


Kenapa “MBAREP TUNGGAL” begitu di agung-agungkan oleh keluarga sy, begini ceritanya.


Saat itu, keluarga besar sy merupakan 1 dari 6 orang pertama yang tinggal di desa ini, tidak mudah waktu itu untuk tinggal disini, karena tanah disini sangat sengak, dan bila di lihat oleh orang biasa.


Tanah disini akan membuat begidik ngeri, sebaliknya, mereka yang bisa melihat tanah ini, akan tau, bahwasanya, tanah disini masih mengandung nilai mistis yang luar biasa hebat, sebegitu hebatnya hingga butuh persiapan yang matang untuk membuka sepetak lahan, karena itu, desa ini dulu, di panggil dengan DESA BANGSA LELEMBUT.


Kakek gw lah yang pertama membangun lahan disini, karena itulah, beliau sangat di segani bahkan menjadi salah satu tetua yang selalu di mintai tolong bila terjadi apa-apa.


Namun, kita tidak akan menceritakan desa ini, karena yang akan kita ceritakan adalah fenomena MBAREP TUNGGAL yang ada di dalam keluarga besar sy.


Saat itu, keluarga gw masih menganut Aminisme meskipun kami adalah muslim, namun muslim di jaman itu sangat berbeda dengan muslim di jaman sekarang, bukan kami tidak melaksanakan sholat, kami masih melaksanakan sholat namun kami tidak menahui apa itu ajaran islam yang sebenarnya, karena itulah, ajaran kejawen dan aminisme yang kuat, membuat kami mengaggungkan peninggalan leluhur kami, salah satunya, sesajen setiap malam khusus yang akan di beritahukan oleh mereka yang mendapat kehormatan sebagai MBAREP TUNGGAL di keluarga kami


Agar kalian tidak bingung, akan gw jelaskan sekali lagi, bahwa MBAREP TUNGGAL memiliki makna yang berbeda di dalam keluarga besar sy.


MBAREP TUNGGAL bukan tentang anak pertama dan satu-satunya, melainkan, seorang anak yang di percaya dapat berkomunikasi dengan nenek moyang kami agar kelak, keluarga besar kami di jauhkan dari yang namanya BALAK BESAR, karena jaman itu, ilmu hitam hampir di miliki setiap keluarga besar, sekaligus untuk menghindari keluarga besar lain yg mungkin menyimpan dendam dengan keluarga besar kami. Masalahnya, MBAREP TUNGGAL di percaya hanya turun pada anak pertama, dan seorang MBAREP TUNGGAL hanya bisa di kenali, dengan MBAREP TUNGGAL yang lain, disinilah titik masalahnya terjadi, karena MBAREP TUNGGAL hanya ada dalam satu generasi, karena merujuk pada satu kalimat TUNGGAL yang berarti “satu”


Disinilah masalah itu muncul ketika sy lahir sebagai MBAREP TUNGGAL, di keluarga besar sy ini, karena konon, ketika pak de No melihat dan mengatakan bahwa sy juga adalah MBAREP TUNGGAL, beliau kaget, lebih ke arah bingung, 12 tahun sebelum sy lahir, MBAREP TUNGGAL sudah di sandang oleh anak lain, dan bagaimana mungkin dalam satu generasi waktu jawa, ada 2 MBAREP TUNGGAL dalam keluarga ini, hal ini segera menjadi masalah serius keluarga besar sy, karena bila tidak segera di ambil keputusan, hal ini hanya akan menimbulkan sangketa permusuhan sesama keluarga.


Dan ketakutan itu, rupanya menjadi kenyataan. Namun, kisah ini akan sy ceritakan detailnya, dari sudut pandang informasi yang sy dapat dari sepupu terdekat sy, mas Akhiyat. Beliau menjadi saksi peristiwa yang tidak dapat sy inget, karena konon, sy memang sengaja di sapai (hilangkan)


Awalnya tidak ada yang tau bila sy adalah MBAREP TUNGGAL, karena sy lahir di rumah sakit, jaman itu, kebanyakan anak-anak di desa sy hanya mengandalkan dukun beranak, dan ada satu dukun yang sudah di percaya oleh keluarga besar sy, beliaulah yg memiliki pengetahuan tentang weton serta keistimewaan seorang anak yang baru lahir, beliau juga lah yang dulu 12 tahun sebelum gw lahir telah menetapkan anak yang akan melanjutkan tradisi keluarga sudah lahir. hal ini, menjadi suka cita di keluarga gw, dia adalah “mas Didik”


Sebelum mas Didik, MBAREP TUNGGAL di sandang oleh pak de No yg merupakan generasi dari bapak.


Pak de No adalah kakak kandung dari bapak, dan sejak kecil beliau memang paling berbeda, bisa di katakan, dewasa sebelum waktunya.


Seperti de No, mas Didik juga memiliki perbedaan mencolok bahkan lebih condong ke megerikan, bahkan beberapa warga desa gw menganggap mas Didik itu anak yang aneh, gemar bermain sendiri dan tidak suka berkumpul dengan anak seusianya, namun yang membuat semua orang takut adalah ketika mas Didik meramalkan bahwa akan adansebuah keluarga yang meninggal dengan cara ganjil. Disini, kemampuan mas Didik sudah di akui oleh keluarga besar gw, padahal saat itu, usianya gak lebih dari 7 tahun.


Selama 3 hari berturut-turut, mas Didik duduk dan meamandang sebuah rumah, setiap di tegur si pemilik rumah. Mas Didik akan mengatakan “onok geni mumbul” (ada api melayang2)


Namun si pemilik rumah tidak mengerti apa maksud ucapan anak kecil itu.


Hal ini menjadi perbincangan banyak orang, sampai de No datang dan melihat, rupanya, ada banaspati di atas rumah itu.


Banaspati adalah bola api yang konon di miliki oleh mereka yang memiliki ilmu tinggi, masalahnya, banaspati sering di kaitkan dengan sebuah bencana, yang berujung kematian.


De No menjelaskan pada mas Didik bahwa apa yang di lihatnya merupakan hal yg istimewa, tidak banyak bahkan oleh mereka yang bisa melihat untuk dapat menyaksikan Banaspati terbang kecuali mereka yang sudah di pilih langsung oleh nenek moyang kami.


Benar saja. Keesokan harinya, salah satu dari orang yang tinggal di dalam rumah itu meninggal dengan cara yang ganjil, kulitnya melepuh di akhiri dengan borok dan nanah yang bau, de No menjelaskan segalanya, bahwa itu adalah kiriman dari seseorang yg tidak suka.


Sejak saat itu, keluarga besar kami, menganggap mas Didik lah penerus dari pak de No di keluarga kami, dan pada usianya ke 9, ada makhluk Hitam yang di percaya sebagai jelmaan Genderuwo yang mengasuh mas Didik, bahkan hingga sampai saat ini.


Genderuwo yang mengasuh mas Didik kabarnya bukan genderuwo sembarangan yang biasa ada di bawah pohon pisang, namun Genderuwo ini berasal dari gunung yang jauh, yang tertarik dengan Getih anget mas Didik. sehingga akhirnya ia mengikuti mas Didik, menjaganya, dan juga mengikutinya.


Pak de No mengatakan, Genderuwo ini bukan Tiang kembarnya, karena kakek sy sempat takut, bilamana Tiang kembar mas Didik adalah makhluk ini.


GETIH ANGET, tidak dapat di kuasai sembarangan makhluk lelembut kecuali TIANG KEMBARNYA, hal itu berlaku pada mas Didik ini.


Namun semenjak adanya makhluk itu, mas Didik sangat di takuti terutama oleh anak-anak desa sy, karena konon, bila mas Didik sakit hati atau marah, dapat menyebabkan bencana penyakit bagi yg menyakiti.


Selama 12 tahun itu semenjak kelahiran mas Didik tidak ada yang terjadi dengan keluarga sy, namun semua berubah setelah Bapak dan Ibuk bertemu, menikah dan kemudian sy lahir di dunia ini.


Karena kata mas Akhiyat, saat sy masih bayi, yang selalu mengasuh dan tidak mau jauh-jauh dari saya adalah mas Didik.


Padahal, sebelumnya, mas Didik selalu menghindari kontak dengan anak-anak lain ataupun orang lain, beliau juga di jauhi oleh warga desa sy, lalu, kenapa mas Didik selalu ada di samping sy yang masih bayi?


Hal ini belum terjawab sampai saat ini.


Sejak kecil, gw terlahir dengan kondisi tubuh yang pesakitan.


Sedikit-dikit badan gampang sekali panas, dan setiap malam gw selalu suka tertawa sendirian di samping bapak dan ibu yang tidur bersama-sma dalam satu bayang (kasur), hal ini membuat bapak kadang penasaran


Pernah sesekali Ibuk, yang notabennya lebih sensitif dari bapak, suka mendengar suara tertawa yang menyerupai suara kuntilanak, apapun itu, setiap malam selalu saja ada yang datang dan membuat gw yang masih bayik tertawa.


Hal ini segera di ceritakan kepada de No, dan ketika di terawang, de No begitu kaget, hampir di setiap sudut rumah gw, ada penghuni tak di undang, menunggu saat gw sendirian.


Awalnya de No masih belum curiga dan menganggap hal itu biasa saja, karena umumnya, makhluk seperti itu memang gemar sekali menggoda bayi karena indera mereka masih sangat sensitif. Inilah alasan kenapa bayi bisa melihat hal-hal yang tidak dapat di saksikan oleh orang dewasa sekalipun, karena mereka masih di anugerahi dengan mata batin terbuka, seiring bertambahnya usia, mata batinya akan tertutup dengan sendirinya.


Namun rupanya, de No tidak tahu menahu, bahwa gw berbeda dengan anak-anak lain, semua di ketahui setelah kejadian yang menimpa gw di suatu tempat yang jauh.


Tradisi yg masih di lakukan keluarga besar gw adalah Arisan keluarga.


Biasanya di adakan di setiap rumah anggota keluarga secara bergantian, dan pada hari2 khusus, acara ini di adakan di tempat2 yg jauh.


Saat itu, katanya, gw sempat menghilang selama satu hari satu malam.


Berawal dari Arisan keluarga di rumah bu lek Sri, gw yang awalnya di asuh oleh sepupu perempuan gw, tiba-tiba menghilang begitu saja. Disini, mas Akhiyat mengingatkan, “coba iling-iling en, biyen awakmu sik umur 4 tahun, aku onok gok kunu yoan” (coba ingat-ingat, dulu usiamu sudah 4 tahun dan kebetulan aku ada disana juga)


Ketika mendengar itu, akhirnya pertanyaan gw selama ini terjawab. dulu gw sering memikirkan sesuatu, tentang sebuah pohon Keres (leci jawa) yang tumbuh subur, dimana dahan dan daunya sampai menempel di tanah, disana gw sedang bermain.


“Mas, nggone onok wit keres e mboten?” (mas, apa tempatnya ada pohon keresnya?)


Mas Akhiyat hanya menatap gw nanar, lalu berujar “yo nggok kunu awakmu di temokno ambek de No, sak durunge wes di goleki sedino bleng” (ya disitu kamu di temukan oleh de No, sebelumnya sudah di cari seharian penuh)


Disitulah de No baru tau, bahwa gw sama seperti mas Didik, dan darisana juga, de No akhirnya paham, kenapa gw gampang sakit, rupanya, gw dan mas Didik tidak boleh di dekatkan satu sama lain, terutama gw, dimana mas Didik akan banyak mengambil yang di sebut jiwo.


Sejak saat itu, gw gak boleh lagi dekat dengan mas Didik, namun, kabarnya, Genderuwo hitam itu, jadi lebih sering datang ke rumah gw, dan Ibuk lah yang menjadi saksi makhluk itu selalu datang menemui gw.


Bapak sehari-hari bekerja sebagai tukang becak waktu gw kecil dulu, dan malam itu, bapak belum pulang dari narik, ibuk di rumah sendirian, menemani gw maen dauh singkong, hari sudah petang, di dalam rumah gubuk gw, tiba-tiba ada yg mengetuk pintu.


Suaranya intens, dan itu jelas bukan bapak, tidak ada salam dan hanya ketukan pintu.


Rumah gw masih menggunakan tembok bambu, sehingga ada celah ibuk buat mengintip apa yang ada di luar, rupanya kosong.


Setiap ibuk kembali ke tempat gw, ada yanh ngetuk lagi. Hal itu terjadi terus


Sampai akhirnya ibuk membuka pintu dan benar saja, ibuk tidak melihat ada siapapun disana, di depan rumah gw ada pohon mangga, di lihatnya kesana-kemari masih tidak menemukan siapapun, pas ibuk balik, ibuk terlonjak kaget, rupanya, ada makhluk hitam besar, matanya menyala merah, bertaring dengan kuku jari panjang, tengah menggendong gw.


Ibuk melihat gw tampak senang di gendong makhluk itu, ibuk menjerit keras namun makhluk itu menjambak ibuk dan membuatnya jatuh pingsan.


Bapak pulang dan melihat ibuk sudah terkapar, namun anehnya, gw di temukan ada di dalam kamar, tertidur lelap di atas kasur.


Malam itu sontak bapak langsung bertemu si mbah.


Mbah gw ini adalah orang yang ilmunya cukup tinggi, gw biasa memanggil beliau mbah nang, yg artinya mbah lanang (mbah laki-laki) rupanya mbah nang baru


Saja melihat apa yang terjadi dari sebilah kerisnya, dan dengan wajah bingung mbah Nang mengatakan, makhluk itu di suruh oleh mas Didik.


Hari itu juga, semua keluarga di panggil dan di kumpulkan untuk membahas hal ini, konon, de No membela mas Didik, sampai-sampai membuat bapak sangat marah.


Karena nyawa gw rupanya dalam bahaya. Bukan karena mas Didik, namun makhluk yang mengikutinya, ada hal yang membuat bapak khawatir, bahkan ibuk sampe mengusulkan untuk membawa gw jauh dari rumah itu, pulang ke rumah orang tuanya.


Disini, akhirnya di ambil jalan tengah.


De No, akan pergi sebentar, untuk bertanya pada Trah Tumerah.


Sekembalinya de No, ternyata memang makhluk itu tidak ada sangkut pautnya sama mas Didik, karena rupanya kedatangan makhluk itu bukan atas perintah, melainkan keinginan sndiri


Sejak gw dan mas Didik di pisahkan, mas Didik seringkali kangen dengan gw, dan nganggap gw adik kandungnya sendiri, dan makhluk itu tidak tega melihat mas Didik tersiksa seperti itu, sehingga akhirnya makhluk itu seringkali mengunjungi gw.


Masalahnya, setiap gw dekat sama mas Didik, gw pasti jatuh sakit dan sakitnya itu lama sembuhnya, bahkan gw sering sawan, disini, dukun beranak keluarga gw datang, beliau marah, kenapa dulu yang membantu persalinan bukan dia pada saat kelahiran gw, gara-gara ini, gak ada yang tau siapa gw.


“MBAREP TUNGGAL iku yo tunggal, gak isok nok loro, isok nekakno balak” (seorang mbarep tunggal itu ya seharusnya cuma satu, gak boleh ada dua, bisa mendatangkan musibah)


Di lain hal, gw gak bisa di apa-apakan karena masih sangat kecil dan beresiko, setelah mencari-cari jalan keluar, de No akhirnya, melakukan perwalian, jadi, perwalian itu semacam mengikat satu sama lain.


De No akan menjadi wali mas Didik, sedangkan gw, akan di walikan oleh orang yang bersedia menjadi pagar bagi gw, orang yang ilmunya setara atau lebih dari de No, disini gw bertemu orang itu


Pria paruh baya yang biasa di panggil pak haji Sanah, beliau berasal dari Banyuwangi, dan ketika gw datang ke rumahnya dulu, beliau langsung tau masalah apa yang di hadapi keluarga besar gw


“Yo wes, ben aku dadi waline cah iki” (ya sudah, biar aku yg jadi walinya dari anak ini)


Namun, setelah terjadi perwalian itu, ada malam dimana de No, mengumpulkan semua keluarga besar gw di rumah si mbah.


Malam itu, de No mengatakan, Desa ini akan di lewati yang namanya “Brahwaono” (Tamu tak di undang) biasanya pasukan lelembut yang melewati desa-desa, malam itu juga, Desa gw lebih sepi dari biasanya, tidak cuma keluarga besar gw yang berkumpul dalam satu atap, tapi, semua orang, bersembunyi di dalam rumah mereka masing-masing.


Suasana Desa gw, mencekam seperti desa mati.


Anak-anak di dahinya di beri kunir, katanya biar tidak gampang sawan, di situ, gw bertemu lagi sama mas Didik, anehnya, sekarang mas Didik yang jatuh sakit.


Sakitnya luar biasa, sampai mas Didik tidak dapat bernafas dan seperti orang ayan, rupanya, yang di takutkan de No sudah datang.


Makhluk yang membawa gw di pohon Keres, ternyata sudah tau keberadaan gw, dan kabarnya, itu adalah TIANG KEMBAR gw.


Namun de No menjelaskan, belum bisa TIANG KEMBAR di rasuki bila belum akil baligh, dan semenjak itu, yang awalnya mas Didik jauh lebih kuat dari gw, kini, jauh lebih lemah dari gw, karena makhluk itu, selalu ada di belakang gw, mas Akhiyat menceritakan kondisi saat itu.


Semua orang tegang, bu De, bu Lek bahkan mbah Nang dan mbah Dok juga begitu.


De No hanya duduk menghisap rokok, sementara mas Didik di bawa ke kamar belakang, gw di biarkan sendiri, karena kabarnya, gw maen dengan makhluk itu.


Pak haji Sanah sudah tau, karena keesokan harinya bapak membawa gw ke rumahnya, atas perintah de No.


Pak haji Sanah hanya mengatakan, agar membangun pagar kayu dari pring kuning (bambu kuning) di teras rumah, konon, makhluk itu sangat benci dengan bambu kuning.


Bapak segera menuruti apa yang di perintahkan pak haji Sanah, sembari menunggu jalan apa sebaiknya agar makhluk itu tidak mengikuti gw, ada hal unik yang dulu ibuk selalu ceritakan ke gw, waktu kecil, gw itu rewel, tiap bapak berangkat narik becak, gw bakal nangis gak berhenti-berhenti


Dan bahkan ibuk sampe nyerah harus bagaimana biar gw gak nangis, kalau bapak gak narik, kami gak ada uang buat makan.


Akhirnya cara satu-satunya, gw di letakkan di pagar kuning, dan anehnya setiap gw disana, gw seakan lupa bapak akan pergi narik


Dan gw akan bermain disana, seolah-olah ada yang nemenin gw maen, sebenarnya, yang nemenin gw maen adalah makhluk itu, dia yang di sebut de No TIANG KEMBAR gw.


Setiap kali gw tanya mas Akhiyat seperti apa wujudnya, mas Akhiyat tampak tidak mau membicarakan, jujur, gw sedikit ingat, tapi setiap gw udah hampir dapat wujudnya, gw langsung lupa, yang gw inget, cuma pohon keres tempat makhluk itu tinggal.


Karena kejadian waktu Arisan keluarga itu, setahu gw, gw gak di bawa oleh siapapun, melainkan gw lari mengikuti gantrung (capung) yang terbang menuju pohon keres itu


Mas Akhiyat hanya mengatakan, bahwa mas Didik semenjak saat itu, tidak berani mendekati gw, dan selalu ketakutan tiap melihat gw, untuk seorang anak berusia 16 tahun yang sudah terbiasa melihat makhluk seperti itu, tentu itu bukan hal yang biasa, semengerikan apa makhluk itu?


Namun yg pertama tahu wujud makhluk itu adalah mbah Gimon, tetangga gw, yg selalu mengamati ketika gw bermain di pagar bambu kuning.


Kabarnya, makhluk itu mengasuh gw layaknya seorang ibu, wujudnya menyerupai wanita dengan wajah tertutup rambut panjang.


Panjang rambutnya sendiri sampai menyentuh tanah, badanya bungkuk dengan tangan kurus dan kuku panjang, mbah Gimon selalu memperhatikan gw, namun beliau tidak berani melakukan apa-apa, karena kasus TIANG KEMBAR bukan kasus yang boleh di tangani oleh orang luar.


Karena TIANG KEMBAR memiliki tingkat bukan sekedar di ikuti oleh Jin, melainkan, Ikatan bahwa Jin itu sangat susah untuk di usir dan tentu saja, mencelakai.


Tidak hanya mbah Gimon, hampir semua orang tua tau keberadaan makhluk ini yang menetap di pagar bambu kuning rumah gw, biasanya, ia hanya berdiri di sana, dan yg bisa melihatnya tidak berani menatap lama-lama, karena konon matanya melihat dengan amarah, namun setiap bermain dengan gw.


Wajahnya teduh, seperti ibu bertemu dengan anaknya, semua orang jawa tau, tidak ada yang namanya TIANG KEMBAR yang mendatangkan kebaikan, sebaliknya, makhluk ini hanya sedang menunggu, menunggu sampai gw bener-bener siap untuk menjadi jodoh bagi dirinya.


Yang mengejutkan adalah, bambu kuning itu rupanya bukan media untuk makhluk itu agar tidak mendekati gw di dalam kamar, namun, bambu kuning itu hanya sebagai wadah bagi makhluk itu untuk tidak tinggal di dalam rumah, karena, ibuk pernah melihat, makhluk itu mengelus rambut gw.


Makhluk itu selalu menemani gw di dalam kamar, namun ia akan pergi ketika gw udah tidur, di lain hal, pak haji Sanah, sudah mempersiapkan semuanya, akan tetapi ada hal yang akan menimbulkan masalah besar di dalam keluarga besar gw.


Bapak, setidaknya, tidak boleh lagi mengikuti tradisi yang di lakukan keluarga besar gw, karena yang namanya MBAREP TUNGGAL hanyalah salah satu dari tipu daya Iblis yang sewaktu-waktu dapat menyesatkan lebih jauh, namun hal ini, tidak di terima oleh pak de No, menurut mereka, semua orang berhak atas pilihanya sendiri.


Semenjak saat itu, keluarga besar gw terbagi menjadi 2, mendukung untuk tidak melanjutkan tradisi, atau tetap melanjutkan tradisi ini.


Meski begitu, pak de No tidak lepas tangan, semenjak beliau tau bahwa gw berbeda, beliau menjalankan puasa mutih.


Puasa yang di lakukan untuk memperkuat ilmunya, karena urusan TIANG KEMBAR tidak boleh di biarkan berlarut-larut, apalagi, mbah Nang, sudah siap menurunkan kerisnya, konon, ketegangan ini bahkan membuat desa gw jauh lebih mencekam daripada biasanya, di setiap sudut desa, di temui banyak sekali lelembut Tamu, yang kebanyakan berasal dari tempat yang jauh, alasan mereka disini, karena TIANG KEMBAR adalah wadah bagi mereka untuk ikut masuk.


Mas Akhiyat bercerita, bila semenjak kejadian itu, gw di titipkan dan tinggal bersama pak haji Sanaah selama 1 minggu, dan beliau menceritakan asal usul TIANG KEMBAR yang rupanya memiliki hubungan dengan ibuk, hal ini juga di ketahui oleh pak de No


Ibuk adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara, rupanya sejak kecil ibuk itu anaknya memang sedikit ndablek, dan susah di atur, namun hal yang gk di ketahui adalah, ibuk itu kesayangan mbah buyut.


Mbah buyut ini bisa di bilang berilmu tinggi, dan memiliki perewangan yg banyak sekali untuk menjaga rumahnya, karena mbah buyut adalah salah satu orang yang berada waktu itu.


Ibuk pernah cerita suatu waktu, dimana rumah mbah Buyut di santronin oleh maling, belum masuk rumah dan hanya berniat untuk maling, namun, si maling sudah di tangkap oleh makhluk yang besarnya setinggi pohon rambutan, untung saja, maling itu paham akan yang namanya perewangan jadi beliau berteriak “kulo nuwun”(permisi) dan di jawab oleh mbah Buyut dari dalam rumah.


Ketika di jawab mbah buyut, maka otomatis perewanganya melepaskan maling itu dan kemudian pergi menjauh, mbah Buyut baru sadar bila apa yang baru saja dia lakukan adalah melepaskan orang yang berniat maling


Disini, mbah Buyut rupanya ngasih ibuk semacam penjaga, yang berwujud wanita mengenakan kebaya, ibuk dulu memanggilnya dengan Kembang Turi, karena kebayanya berwarna merah menyerupai kembang turi, berbeda dengan mbah buyut, si mbah yang merupakan ibuk kandungnya ibuk adalah muslim taat, beliau menjauhi nilai kejawen dan mengajarkan anak-anaknya untuk tidak percaya hal itu, semua anaknya nurut, kecuali ibuk, disini ibuk di latih oleh seorang guru spiritual salah satunya adalah puasa malam.


Konon, puasa ini gak bisa sembarangan di lakukan dan tingkat kesulitanya jauh di luar akal, bahkan sebegitu sulitnya puasa ini, bisa menyebakan seorang manusia menjadi gila, dasar ibuk memang bandel sedari kecil, beliau nekat melakukan puasa itu


Puasa itu hanya di lakukan selama 3 hari, dengan hanya meminum air putih setiap jam 12, dan tidak boleh tidur bila belum melewati jam 3 dinihari, namun ibuk hanya bisa berpuasa selama 2 hari, karena pada hari ke 2, beliau di datangi, 2 jin wanita yang berwajah kembar.


2 jin wanita kembar ini menawarkan kesepakatan bahwa ibuk bisa mendapat apapun yang dia inginkan hanya dengan syarat, dia di perbolehkan tinggal dan mengikuti ibuk, perewangan ibuk tidak suka dengan ini, sehingga terjadi benturan yang membuat ibuk jatuh sakit.


Disini, si mbah tau, bahwa ibuk rupanya melakukan hal-hal semacam ini, sehingga akhirnya ibuk di ruqiah, dan di temukan puluhan susuk dalam wajah ibuk.


Disini pak haji Sanah, menjelaskan, bahwa, tubuh gw baunya sudah seperti pandan yang di tanak, sedangkan TIANG KEMBAR gw, memiliki aroma yang sama, dan mereka rupanya memiliki ikatan dengan 2 jin wanita itu, dan selama ini, 2 jin wanita itu rupanya masih mengikuti ibuk, namun dari jauh, sedangkan perewangan ibuk yang dulu di beri untuk jaga ibuk, sudah di kurung setelah kejadian ruqiah itu


Hari itu juga, bapak dan ibuk gw setuju dan akan membawa gw pindah menjauh dari keluarga besar gw.


Setiap malam, sebelum tidur, ibuk selalu membacakan gw, sesuai perintah pak haji Sanah, selama sebulan penuh bergantian sama bapak, dan setiap di bacakan, gw selalu sawan.


Kadang meronta kepanasan, kadang kejang-kejang seperti orang ayan, bahkan beberapa kali membuat ibuk tidak tega, namun semua ini harus di lakukan untuk membuat TIANG KEMBAR gw yang berupa Jin pengikut ini bisa menjauh, sedangkan dari jauh, pak haji Sanah juga membantu dari rumahnya.


Puncaknya, ketika gw menjerit bahkan mbah Nang dan mbah Dok sampai ikut menemani di dalam kamar, karena katanya, rumah gw sudah di penuhi oleh lelembut.


Di usia yang masih sekecil itu, gw di bawa ke banyuwangi, dengan pak haji sanah dan pak de No, sesampainya disana, gw setiap harinya di jaga di dalam kamar kecil, agar TIANG KEMBAR ini tidak mengikuti gw lagi satu-satunya cara adalah membuat bau pandan yang ada di dalam tubuh gw di buat kabur, dengan cara menutup paksa mata batin gw yang katanya semakin sensitif, namun efeknya, gw bakal gampang sakit, namun untuk beberapa bulan saja, dan pak haji Sanah juga mengatakan bahwa sewaktu-waktu, lokasi gw bisa saja di temukan lagi dan bila itu terjadi, maka, gw harus di bawa lagi kembali kesini.


Pak de No sebenarnya punya alternatif lain, dia kenal dengan seorang wanita tua yg bisa membantu gw untuk mengaburkan bebauan aroma badan gw, namun di tolak sama bapak karena melibatkan banyak jin dan bapak juga sudah tidak percaya dengan de No, meski begitu, kelak, gw akan di pertemukan dengan wanita tua ini.

Rumah Pendopo

Gambar mbarep tunggal rumah pendopo



Kejadian ini berlanjut ketika gw berurusan dengan makhluk penghuni pabrik tua, hal yang di anggap de No sudah berakhir dengan keluarnya makhluk itu dari tubuh gw, rupanya mendatangkan 2 Jin kembar yang sempat dulu datang ke ibuk, kali ini, dia menampakkan wujudnya..


yang gak bisa gw lupain dari wujudnya adalah, senyumnya, bibir mereka miring, dengan mata tertutup rambut gimbal, dan cara ngelihat gw dengan menekuk kepalanya kesamping, setiap mereka mendekat nyaris menyerupai seseorang yang tengah berjalan pincang, tergedek-gedek.


Setiap malam, satu dari mereka akan duduk di atas almari, yang satunya, menatap gw dari ujung kamar, gw hanya bisa melihat mereka, tanpa dapat berbicara dengan mereka, namun, anehnya, gw gk merasa takut sedikitpun, sebaliknya, nyaris gw selalu ngelihatin mereka.


Tapi setiap kali gw inget peristiwa ini, amit-amit, gw gak mau lagi lihat makhluk seperti itu, terlebih ketika gw tidur, mereka akan menatap wajah gw deket sekali dengan bibir miring yg terkadang menampakkan gigi bugis (ompong) mereka.


Selama itu juga gw gak tau, ternyata peristiwa ini lebih serius dari apa yang gw duga, mata batin gw yang sempat di tutup oleh pak haji Sanaah, ternyata sudah di buka oleh mereka, sehingga gw jauh lebih sensitif, hanya saja, mereka yang bisa gw lihat hanya mereka yang menghendaki gw lihat.


Yang lebih mengejutkan lagi, ketika gw lahir, sebenarnya, 2 jin kembar ini selalu memantau keadaan ibuk sama gw, namun, gw di anggap lebih menarik di bandingkan ibuk, karena konon, gw jauh lebih kuat dari ibuk.


Ada satu hal yang harusnya gw jelasin tentang ibuk, yaitu soal hasil belajar kebatinan dan puasa yang seharusnya 3 hari, memberi ibuk sebuah kelebihan yang bisa di bilang membuat ibuk sendiri ketakutan, karena gak hanya terjadi 1 atau 2 kali, namun, puluhan kali, apa itu?


Jawabanya, praduga buruk


Bila mas Didik di beri kemampuan ketika dia sakit hati, orang yang menyakiti akan jatuh sakit, ibuk memiliki hal yang menakutkan bagi dirinya bahkan orang terdekatnya, yaitu praduga buruk.


Setiap kali ibuk merasakan firasat buruk terhadap orang lain atau siapapun, maka, firasat itu selalu saja menjadi kenyataan, anehnya, firasat ini tidak muncul sesuai kehendak namun muncul secara tiba-tiba.


Pernah Ibuk menasehati tetangga gw, untuk menghindari jalan ini, namun tetangga gw, malah tetap nekat lewat jalan itu, sebelumnya, ibuk tiba-tiba berfirasat bahwa tetangga gw terlihat berlumuran darah, dan kemudian, kami mendapat kabar, bahwa tetangga gw, meninggal terlindas Truk.


Tidak hanya itu, masih banyak peristiwa yang gk bisa di jelaskan oleh akal sehat, karena itu, ketika ibuk mendapat firasat buruk yang berhubungan dengan gw, ibuk selalu mewanti-wanti agar gw nurut apa katanya. namun yg lebih penting, 2 jin kembar itu, mengikuti gw, karena gw jauh lebih kuat lagi.


Untungnya, de No, akhirnya tau, ketika tiba-tiba beliau masuk ke dalam kamar gw, melihat, 2 jin itu seperti sudah menunggunya.


Konon, de No mendapat bisikan ghaib, bahwa TIANG KEMBAR gw sedang berusaha mencari jalan pulang, malam itu, kami sekeluarga besar


Sepakat buat pergi ke Rumah tempat kampung halaman mbah Nang, kabarnya, disana gw bakal di Padus kembang (Mandi kembang 7 rupa)


Namun, firasat gw sangat gak enak, dan ternyata tempat itu bisa di katakan, penuh di huni lelembut dengan bentuk dan rupa yang tidak dapat gw jelasin


Disini gw baru tau, kalau rumah ini dulu di huni oleh Mbah waktu kecil, mbah sendiri rupanya adalah anak ke 2, dan selama ini gw gak pernah kenal dengan saudara si mbah, namun malam ini, gw tau, bila saudara mbah Nang rupanya adalah seorang wanita tua, namun sayangnya, beliau memiliki masalah dengan kejiwaanya.


Sejujurnya, gw gak deket sama mbah Nang, karena di antara cucu-cucu nya, gw yang jarang sekali ngobrol, namun malam ini, mbah Nang menceritakan semuanya.


Rupanya, kejadian ini pernah terjadi sebelumnya, dimana satu generasi pernah lahir 2 Mbarep Tunggal, namun sayangnya, satu di antara mereka harus kehilangan akal sehatnya, karena tidak sanggup menahan beban yang ada di pundaknya, disinilah mbah Nang takut hal itu akan terulang kembali, sejujurnya, Bapak masih menolak terlebih ketika de No memberitahu bahwa gw dalam bahaya yang lebih besar.


Bila berurusan dengan penghuni pabrik saja sudah mendapat masalah sebesar itu apalagi bila berhadapan dengan TIANG KEMBARNYA, bila tidak gila, maka gw pasti mati, bahkan de No mengatakan, perbandingan menghadapi TIANG KEMBAR seperti membandingkan ujung kelingking dengan segumpal daging.


Namun, alasan sebenarnya gw di bawa kesini, karena bebauan di sekitar sini dapat menyamarkan bau di badan gw yang kata de No ibarat Pandan yang sudah di rebus.


Sementara pak Lek gw yang lain, pergi menyusul wanita yang pernah menyelamatkan gw.


Namun sayangnya, wanita tua itu, sudah meninggal tepat setelah kunjungan terakhir gw, meninggalnya sendiri murni karena usia, dan mendengar itu de No akhirnya mencoba dengan caranya sendiri, gw di minta untuk hanya berdiam di dalam kamar dimana, samping kanan kiri hanya ada bambu, namun yang gw inget adalah, di kamar itu, bebauan kemenyan sangat menyengat, dan tepat di malam berikutnya, de No membawa masuk seorang wanita tua, beliau adalah mbak yu dari si mbah, begitu melihat gw, yang gw inget, dia hanya diam, matanya kosong lalu duduk tepat di depan gw yang merinding melihat tingkah lakunya.


De No mengatakan, bahwa, harus ada yang di lakukan sebelum gw bener-benar siap buat nutup semua ini, di lain hal, pak haji Sanaah yang sebelumnya di cari ibuk, rupanya sudah pindah rumah, padahal, beliau adalah wali gw.


Sontak malam itu, gw cuma mendengar, mbak yu menangis dan tertawa di dalam kamar, berdua dengan gw, namun firasat gw, bahwa di dalam kamar, gw gk sendirian melainkan 2 jin kembar itu juga ada disana.


Namun, bukan itu yang bikin gw merinding, melainkan pada jam-jam tertentu, mbak yu nyinden dengan bahasa jawa yang gk bisa gw pahami, namun suaranya halus dan melengking, anehnya, dari luar kamar, seolah ada pegiring karawitan yang membuat gw seolah-olah tau, bahwa mereka bukan manusia.


Gw belum pernah mendengar seseorang bersyair diiringi alunan musik yang begitu kental dengan nuansa mistis karena satu yang gw inget adalah, dada gw berdetak lebih cepat, bulukuduk gw beridiri, karena Mbak Yu tiba-tiba menyeringai dan tetap bersyair dengan suaranya yg melengking.


“Dia bukan mbak Yu” kata gw, dan dengan mata kepala gw sendiri gw semakin takut saat dia menari layaknya penari jaipong di depan gw, berlenggak-lenggok di dalam kamar yang sempit itu, sementara gw mulai menangis, Mbak Yu seperti menikmati suasana itu.


Terkadang ia tertawa begitu keras, namun terkadang suaranya saru layaknya ia baru saja menangis, namun, matanya masih awas melihat dimana gw terduduk di atas kasur, sementara musik gamelan mulai mengalun lembut, dan mbak Yu mendekat, mendekat, mendekat, semakin dekat. lalu


Gw bisa melihat dengan jelas, guratan wajah tua yang sebelumnya gw lihat sangat berbeda, kali ini, di dalam kegelapan, di sertai sedikit cahaya yg muncul dari langit2 kamar, wajah itu sebegitu dekat dengan wajah gw yg tercekat, tersenyum memandang gw, yang saat itu baru sadar,


2 Jin Kembar itu sudah masuk dalam tubuh mbak Yu, karena sosok itu tampaknya menikmati moment itu, hingga suara musik karawitan itu perlahan menghilang. Suaranya perlahan-lahan memudar, dan kemudian, wajah itu juga menghilang bersamanya, namun sebelum wajah itu menghilang, gw gak akan pernah melupakan ekspresi terakhirnya.


Menyeringai seolah memberi pesan kepada gw, bahwa dia masih ada.. sebuah senyuman yang sampai saat ini bakal gw inget-inget, bahkan di tengah malam seperti ini.




Setelah sosok mbak Yu menghilang, gw mendengar seseorang masuk, rupanya de No, beliau melihat gw, menggendong tubuh gw yg masih tidak dapat percaya dengan semua ini, sontak gw bertanya pada de No, kemana mbak Yu.


Dengan wajah seperti enggan memberitahu, de No hanya mengatakan


“Wes wes” (sudah sudah) , “lalino kabeh yo” (lupakan semuanya ya)


Di luar kamar, masih di dalam rumah Pedopo itu, gw melihat ke kanan kiri, berusaha mencari darimana sumber suara gamelan dan musik-musik itu mengalun tadi, namun, gw gak melihat apapun, seolah suara itu muncul begitu saja, entah darimana.


Gw di minta melepaskan baju gw, hanya dengan celana pendek, di saat malam masih menyelimuti langit, de No menyentuh kepala gw sembari entah membaca apa, sementara di sekitar gw, bu De, bu Lek, bahkan mbah Nang, mengelilingi gw seolah-olah gw adalah tontonan yang menarik.


Berkali-kali tubuh dan kepala gw di guyur dengan air kembang, membuat gw menggigil kedinginan, sampai, tiba-tiba, yang gw inget waktu itu, kesadaran gw seolah di bagi menjadi beberapa bagian, karena, semua orang yang disana mendadak berubah, dan gw di kelilingi makhluk lain.


Pendopo yang seharusnya di kelilingi keluarga besar gw tiba-tiba menjadi sarang makhluk Lelembut, dan tepat jauh di depan gw, ada seseorang yang tengah duduk di sebuah kursi tua, beliau memiliki rupa seperti mbak Yu.


Disanalah gw di minta mendekat, maka meskipun enggan, tubuh gw seolah-olah bergerak dengan sendirinya, mendekati sosok itu.


“Ngger, sing sabar” (nak, yang sabar) “


“Aku yo tau ngerasak’e opo sing mok rasak’e” (aku juga pernah merasakan apa yg kamu rasakan)”


“Ra sah wedi, ra sah khawatir” (gak usah takut, gak usah khawatir)


“Mbah” kata gw, “Nopo to urip kulo koyok ngene” (mbah , kenapa tah hidup saya seperti ini)


Mbak Yu hanya melihat gw dengan tatapan sedih, dan gw inget, melihat Mbak Yu disana itu seperti di Ratukan oleh kaum mereka, walaupun gw masih gak yakin itu kakak si mbah yg sebelumnya.


“Koen eroh sopo sing Mbarep Tunggal sak iki?” (kamu tau siapa mbarep tuggal di keluargamu saat ini)


“Mas Didik” kata gw ragu.


“Bukan” kata beliau, “tu koe” (itu kamu)


Gw diem sembari mendengarkan penjelasan beliau “tapi” katanya, “Mbarep Tunggal iku bebane abot, dirimu ra sah meksak’e nek ra kuat, Didik lahir bukan sebagai Mbarep Tungal tapi Alang-alang sing seharus’e ndampingi awakmu”(Mbarep Tunggal itu seharusnya kamu, bebannya sangat berat, kamu tidak usah memaksakan kalau tidak kuat menanggungnya, Didik lahir bukan sebagai Mbarep Tunggal tapi pendamping mu)


Gw masih bingung mencerna kalimatnya, lama gw berpikir dan akhirnya beliau mengatakan lagi.


“iling-iling, sopo sing eroh Mbarep tunggal iku?” (coba di ingat2 siapa yang tau siapa yang seharunya menjadi Mbarep tunggal?)


“Mbarep tunggal liyane Mbah” (Mbarep tunggal yg lain)


“Cah bagus” (Pinter) katanya.


“Tapi de No” kata gw masih mencoba menyanggah, dengan senyuman yang menenangkan, gw mendengar hal yang mengejutkan.


“Sebener’e, sak jane Mbarep tunggal iku mandek nang aku ngger” (seharusnya Mbarep tunggal berhenti di saya nak)


“Tapi dasar Pingi iku malah ngelanjutke tradisi ra nggenah sing seharuse di akhiri iki” (tapi emang dasar, Pingi (Mbah nang) malah melanjutkan tradisi yang syirik ini padahal ini harus berakhir)”


“Mbah nang, juga alang-alang mbah?”


Mbak Yu mengangguk.


Disini gw akhirnya paham sesuatu, yang berhubungan satu sama lain, “de No apakah?”


Mbak Yu langsung mengangguk “de No juga Alang-alang saja” “memang bedone koyok rambute beludo, tapi nek tradisi iki terus di lakokno, kabeh iki ra isok mari” (Memang bedanya setipis rambut beludo, Hantu di pohon kelapa) tapi bila tradisi ini terus di lanjutkan tidak akan bisa selesai)


“Trus sinten Mbah sing dadi Mbarep Tunggal sak jamane, de No niki?” (lalu siapa yang satu generasi dengan de No yang seharusnya menjadi Mbarep tunggal?)


“Bapakmu ngger” (ayahmu ngger)


Di kejadian yang seperti mimpi itu, terakhir gw bercakap sama beliau yang mengaku sebagai Mbak Yu, itu berakhir ketika beliau mengusap wajah gw dan seketika itu, mbah Nang dan de No melihat gw, lemes, untuk berdiri pun susah, gw Cuma lihat bapak gendong badan gw dan Ibuk meninggalkan tempat itu.


Di jalan pulang, keluarga gw dan keluarga besar seperti tidak ingin membahas, kejadian itu, gw sempetin untuk bertanya sama bapak, “Pak, bapak dulu juga”


Bapak seperti langsung tau, “Iyo, Bapak lebih parah, awakmu mek ilang sedino, bapak, seminggu”(kamu Cuma hilang sehari, bapak dulu malah satu minggu)


“berarti, sing di omong’ke Mbak Yu” (berarti yang di bicarakan sama Mbak yu)


“iyo.. bener” (benar.)


Kabarnya, Bapak berhasil bertemu dengan pak haji Sanah di Jawa tengah, beliau pindah karena di mintai tolong untuk menjaga sebuah pabrik yang beroperasi, yang katanya, setiap Pabrik rupanya ada yang pegang, menghindari serangan dari orang yang tidak suka. Tapi intinya, pak Haji Sanah, sudah menahan Tiang Kembar gw sejak lama, dan sebuah kebohongan bila Tiang Kembar gw sedang mencari jalan pulang.


Sedangkan Jin Kembar itu hanya mengikuti Ibuk, dan memang berbahaya sejak lama, pak haji Sanah sendiri dulu pernah melihatnya sewaktu ibuk datang ke rumahnya, tidak di sangka ternyata Jin itu tertarik juga dengan gw, itulah alasan de No begitu protektif, mengira bahwa Jin itu akan menjadi jalan bagi Tiang Kembar gw untuk menemukan jalan pulang.


Namun, kejadian itu mempercepat gw untuk pindah ke rumah baru.


Bapak dapat pekerjaan baru, dan kami meninggalkan tradisi itu.


Meski begitu, hubungan baik keluarga gw sama keluarga besar gw tetap terjalin baik. Setengah dari keluarga besar gw juga sudah meninggalkan tradisi itu.


Sekarang, setelah mbah Nang dan de No sudah meninggal, tradisi ini di teruskan oleh mas Didik, terakhir kali gw ketemu, mereka masih melakukan tradisi itu meski sudah jarang dan tidak seintens dulu.


Lalu, inget dengan Ndira, temen sekampus gw dulu yang pernah mengatakan ada yang menjaga gw dari jauh dan dia tidak mau membicarakan itu.


Alasanya, rupanya, ada 2 yang menjaga gw dari jauh dan tidak bisa mendekat karena bisa bertabrakan.
Mereka adalah almarhum Mbak Yu, karena setelah peristiwa itu, Mbak Yu meninggal, meski keluarga besar gw menganggap dulu beliau memang sudah sakit keras, dan rela menanggung 2 jin kembar yang sempat menganggu gw, untuk tinggal di dalam tubuhnya, bisa di katakan, Mbak Yu berkorban menerima semua makhluk lelembut itu agar mbah Nang tidak melanjutkan tradisi ini dulu, namun mbah Nang salah mengartikan semua ini.


Gw pun gak bisa menyampaikan pesan itu pada mbah Nang, karena waktu itu gw masih di pandang sebagai anak-anak yang ucapanya tidak akan di percaya.


Kata Ndira di Wetan (Timur) Mbak Yu menjaga gw, sedangkan di kulon (Barat) Kembang Turi, perewangan milik Ibu yang menjaga gw, apapun itu.


Selama mereka memiliki niat yang baik, dan gw gak merasa terganggu, maka gw biarkan saja, tapi Ibuk selalu berpesan sama gw, “Sholat, Sholat. Sholat dan jangan pernah meninggalkan Sholat”


Jadi waktu kejadian gw di bawa ke Pendopo saat bapak dan ibuk mencari haji Sanah,


Tanpa sepengetahuan bapak, Ibuk meminta perewangannya yang pernah di kurung sewaktu beliau di ruqiah untuk di lepaskan sebagai pendamping saja. Walaupun alot akhirnya, permintaannya di kabulkan


Namun setiap Ibuk gw Tanya. Ibuk akan berdalih sampai saat ini, bahwa beliau tidak tahu menahu akan hal itu.


Jadi mungkin, gw cuma berpesan saja. Kadang batasan dunia kita sama dunia mereka di buat memang untuk menjauhkan kaum kita dari kaum mereka, dan tentu saja dari perbuatan syirik karena toh, tidak ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan sang pencipta.


Gw tutup Thread ini sampai disini, dan sebelumnya gw minta maaf bila akhir-akhir ini postingan jarak thread berjauhan karena gw di kejar deadline tugas kuliah sekaligus pekerjaan gw yang akhir-akhir ini nguras tenaga, lain kali, gw akan buat Threadnya sampai selesai baru gw posting.


Jadi kalian tidak perlu menunggu lama2.


Well, gw Simple_Man, mau undur diri, sampai jumpa di Thread selanjutnya. Wassalam.


(Gw disini adalah si SimpleMan)
Sumber : SimpleMan