Para Penghuni Pabrik Gula Part 4
Horror Story
Dulu, ada sebuah peristiwa yang gak bakal atau di lupain oleh siapapun yang tinggal disini.
Disini yang gw maksud adalah tempat dimana ada sebuah pabrik tua peninggalan belanda yang konon menjadi sumber dari segala hal-hal di luar logika, salah satunya adalah kerajaan Demit.
Cerita ini di mulai, dari sebuah desa di barat tempat berdirinya pabrik ini.
Gw memanggil Desa itu dengan nama Desa Mekanti. Meski bukan nama sebenarnya dari desa itu, namun gw merasa nama Mekanti, akan mewakili dari serangkaian peristiwa ganjil yang pernah menghebohkan.
Mekanti sendiri berasal dari kalimat Mekan= Raga dan Anti = tidak mati. karena Desa inilah sumber pertama bagaimana kerajaan Demit itu berhubungan dengan dunia luar, di desa ini pula’lah tinggal sang Pagul yang berarti Perantara, berbeda dengan juru kunci, Pagul jauh di atasnya.
Namun malam ini, kita tidak akan membahas Pagul terlebih dahulu, ada cerita yang ingin gw mulai untuk memulai Thread gw malam ini, sebagai pembuka dari “Para Penghuni Pabrik Gula” bagian ke 4 ini.
SIREP
Menjelang petang, di sebuah sudut desa Mekanti, masih terdengar riuh riang anak-kecil tengah bermain, wajahnya riang, asyik, tanpa memperdulikan celoteh langit yang sudah kemerahan.
Ditengah gaduh mereka berlari kesana-kemari, seorang anak terdiam, menoleh, menatap rumah belanda
Disudut matanya, ia melihat tepat ke arah jendela.
Ia terdiam lama, memperhatikan dengan seksama, matanya tidak berbohong, ia melihat sesuatu. Sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat.
Ada seorang gadis disana, berdiri, mematung memandangnya.
Rambutnya pirang, dengan mata biru
Si gadis asing itu. tersenyum, melambai. Ia melambai, dengan wajah memanggil, mencoba menguasai, namun langkah si anak desa tiba-tiba terpatri, ia perlahan mendekati. menuju si gadis pirang.
Yang lain tetap bermain, tanpa menyadari, satu kawan telah pergi.
“Nang ndi Dela?!” (dimana Dela?)
Matanya mendelik memandang 4 anak kecil yang berdiri di depanya. Bu Desi, ia baru saja pindah ke desa ini kurang dari sebulan ini, senang karena anak semata wayangnya sudah punya teman seusianya, membuat ia tidak khawatir lagi, namun, sore ini..
Semua gejolak pikiran itu lenyap sudah. setelah petang ini, anaknya tidak kembali lagi.
Seharusnya anaknya sedang bermain, dan menjelang adzhan maghrib ia harus sudah di rumah, namun, bu Desi tak kunjung melihatnya, sampai adzhan maghrib berkumandang pun, anaknya belum kembali.
Suami bu Desi, pak Rudi baru tiba, di sampingnya ada ketua Rw, wajahnya sama tegangnya dengan pak Rudi, ketika ia melihat anak-anak kecil itu, lantas ia segera mendekati, menanyakan dengan hati-hati.
Serempak. semua anak menjawab, tidak tahu,
Ketua Rw pun bertanya dimana terakhir kali mereka bermain, satu anak menunjuk ke sebuah tempat yang tidak asing. sebuah tempat yang seharusnya tidak mereka kunjungi, terlebih di jam petang seperti ini.
Lapangan Mekanti, di dekat sana, ada sebuah pagar kawat, di dalamnya,
Tidak jauh dari lapangan Mekanti, berdirilah sebuah Perumahan berjejer, perumahan Londo.
Tempat dimana dulu, tinggal para petinggi pabrik Gula yang kesemuanya adalah orang Belanda.
Ketua Rw hanya diam, ia menatap jauh- rumah Londo itu.
“ONOK OPO TOH PAK, AYO, DELA PALING NANG KUNU” (ADA APA SIH PAK, AYO, DELA MUNGKIN MASIH DI SITU!!) dengan nada tinggi, bu Desi mendesak, namun si ketua Rw masih diam, sementara keramaian itu mulai di ketahui warga.
Pergilah bu Desi, di ikuti pak Rudi, ketua Rw, terpaksa mengikuti.
Perumahan Londo ini terdiri dari 5-7 rumah, berjejer, tidak ada yang menarik karena gaya arsiteknya nyaris sama persis satu sama lain.
Bu Desi mulai memanggil-manggil nama anaknya, namun tak kunjung ada jawaban
Sampai, ia merasakan firasat yang tidak enak, ketika ia berdiri di depan salah satu rumah itu, di kaca hitam rumah tepat di terasnya, seperti ada pantulan seseorang memandanginya dari dalam, bulukuduk bu Desi meremang.
Pak Rw ikut terdiam, memandang bu Desi yang tengah tercengang.
“Onok opo buk?” (ada apa buk?) tanya pak Rw
“Pak jarene omah-omah iki ra onok penghunine. Kok koyok aku kroso onok sing nyawang yo nang kunu” (pak, katanya rumah-rumah ini tak berpenghuni, kok saya merasa ada yang mengawasi ya disitu)
Pak Rw terdiam, wajahnya pucat pasi.
“Pak. prosoku Dela onok gok jero kene pak. ayo mlebu!” (Pak saya merasa Dela ada di dalam sini pak, ayo masuk!)
“Ra isok buk. gedong2 iki, punya pemerintah kota. nang kene ae asline gak oleh buk” (Gak bisa buk, gedung-gedung ini punya pemerintah kota, disini saja sebenarnya di larang)
Pak Rudi dan bu Desi kehilangan kesabaran, lantas, larangan pak Rw pun tidak di gubris, petang itu juga, pintu Rumah londo itu di jebol, bu Desi memanggil-manggil nama Dela, namun, ia masih belum mendapat jawaban. Hingga, firasat kehadiran seseorang di rumah itu semakin ketara.
Bukan hanya bu Desi, pak Rudi juga merasa tidak enak ketika masuk ke rumah itu. Hawa dingin seperti menyapu lehernya, dan entah darimana, ia seperti mendengar suara nafas tanpa wujud.
Pak Rw hanya menunggu di luar, mimik wajahnya semakin panik. ia hanya menunggu.
Banyak kamar yang sudah di masuki, namun pak Rudi dan bu Desi masih belum menemukan apa yang mereka cari, sampai, sekelebat gadis kecil melintas begitu cepat, bu Desi merasa itu anaknya yang masih bermain. Ia segera mengejar kemana bayangan itu melintas.
Langkahnya terhenti di sebuah kamar paling ujung, ketika bu Desi menyentuh knob pintu, ia mendengar suara gadis yang tengah menangis di dalamnya.
Pak Rudi dan bu Desi memandang satu sama lain.
Satu yang mereka tau. itu, bukan suara Dela.
Suara pintu berderit terbuka, bu Desi yang pertama masuk, tepat ketika ia melihat apa yang ada di dalamnya, ia melihat sosok kecil yang tengah meringkuk di sudut kamar.
“Dela” itulah yang di katakan bu Desi saat melihat baju merah muda yang Dela kenakan hari ini. namun, firasat
Firasat buruk itu membuat pak Rudi menahan bu Desi mendekatinya, sebagai gantinya, pak Rudilah yang mendekati sosok yang tengah menangis itu.
Ketika pak Rudi tepat ada di depanya, suara tangisan itu berhenti. mendadak, tempat itu menjadi sunyi senyap.
Pak Rudi dan bu Desi terdiam, sebelum, seseorang pria tua masuk dan menarik tangan bu Desi yang kemudian di ikuti oleh pak Rudi, pria tua itu menutup pintu itu kembali.
Ia melihat pak Rudi dan bu Desi dengan wajah iba, di belakangnya, pak Rw menyusul.
“Ngapunten buk. yuga’ne sampeyan pun di ikhlasno mawon” (saya minta maaf, sepertinya anak anda di ikhlaskan saja)
Mendengar itu, pak Rudi dan bu Desi bingung, lantas mereka langsung kalap, dan menunjuk anaknya ada di dalam kamar tadi.
Pak Rw, segera menengahi.
“Pak Rw mengatakan, pria tua ini adalah Pagul di desa ini. Beliaulah yang menjadi penanggung jawab di desa ini, namun hari ini ia kecolongan, karena salah satu dari mereka, sudah menentukan anak bu Desi sebagai tumbalnya tahun ini.
Murka, bu Desi menunjuk pria tua itu.
Pria tua itu hanya diam saja, meski hujatan dan kelakar bu Desi tidak dapat di tahan lagi, ia masih yakin, sosok di dalam kamar tadi adalah puterinya.
Dengan berat, pria tua itu menunjukkan dimana keberadaan puterinya yang sebenarnya.
“Yuga sampeyan, enten ten balek”(anak anda, ada di belakang)
Pak Rudi dan bu Desi pun mengikuti, mereka berjalan memutari beberapa rumah Londo itu, dan akhrnya berhenti di sebuah ladang rumput, tingginya hampir seukuran lutut, disana, si pria tua mengangkat sesuatu, itu adalah Dela, sayangnya, ia terbujur kaku.
Melihat itu, bu Desi dan pak Rudi lantas bertanya bagaimana bisa anaknya ada disini dan kenapa kondisinya bisa menjadi seperti ini
Si pria tua hanya menjawab 1 kalimat saja, yang langsung membuat semua orang disana terdiam
“SIREP”
“Yuga’ne sampeyan meninggal karena di SIREP”
Gw diem lama, memandang kuburan yang ada di depan gw, dari belakang, Endah masih bercerita
“Percoyo ta gak, nek arek iku sek menampakkan diri nang kene ben bengi” (percaya atau gak, setiap malam, gadis yang meninggal itu sering menampakkan diri disini)
“A*U kowe Ndah” kata gw
Banyak hal yang udah pernah gw alami sama Endah, teman kecil gw yang sekarang lebih ke sahabat terdekat gw. meski gw sudah di larang buat maen ke pabrik Gula ini, gw masih saja maen kesini, karena, cuma disini tempat dimana gw bebas menjelajah dan menjarah buah tanpa pemiliknya.
Termasuk siang ini, harusnya gw sama Endah dan satu teman gw si Andi, bakal pergi ke sisi Pabrik sebelah Barat di samping pemakaman Desa Mekanti, salah satu pemakaman yang mendapat pembiayaan dari pabrik gula ini, di sampingnya, ada pohon jambu mente (jambu monyet) target kami.
Karena Andi gak datang, akhirnya gw sama Endah yang pergi.
Pemakaman ini berada persis di samping lapangan bola, lapangan yang juga di hibahkan oleh pabrik gula ini untuk warga Desa Mekanti.
Di pemakaman, hanya di batasi oleh tembok bata setinggi dada orang dewasa.
Bukan hal sulit bagi anak2 yang memang dasarnya badung seperti kami buat memanjat tembok itu, meski gw tau, Endah masih pincang akibat kesalahan fatal yang pernah kami lakukan, setelah melompat, kami langsung masuk ke pemakaman.
Aroma kamboja langsung tercium disana-sini.
Di sinilah gw berhenti sejenak, memandang salah satu makam tertua, gak tau kenapa, mata gw gak bisa berhenti memandang makam itu.
Endah bercerita, bila, pemilik makam ini adalah gadis yang meninggal karena di Sirep oleh salah satu makhluk di pabrik gula ini. gw, merinding.
“Mosok isok, cah mati gara2 di sirep?” (mana bisa, orang mati hanya karena di sirep?) kata gw,
“Lha, nek seng Nyirep Jin yo opo?” (kalau yang Nyirep sekelas Jin bagaimana?)
Gw terdiam mendengar Endah, bukan hal baru bila memang pabrik gula ini menyimpan misterinya kembali.
Sebenarnya, banyak cerita tentang pemilik makam ini, semuanya simpang siur, namun yang paling membekas adalah, katanya, setiap petang, di atas makam ini, berdiri seorang gadis kecil, yang kemungkinan adalah gadis si pemilik makam, ia selalu terlihat duduk di atas batu nisan.
Yang membuat gw gak bisa lupa dari cerita ini adalah, siapapun yang melihatnya, akan di ikutin sampai di rumahnya, dan ketika malam semakin gelap, gadis itu akan bertanya tentang rumahnya.
Disini, gw semakin merinding. Akhirnya gw lanjut ke pohon target kami siang ini.
Banyak bangunan dan tempat yang memorable di zona bagian barat, mulai dari lapangan bola, Masjid, pemakaman, sampai SD negeri, yang kesemuanya, memiliki ceritanya sendiri-sendiri.
Apa tadi gw bilang masjid? ya, bahkan tempat ibadah ini pun, menyimpan ceritanya sendiri.
Namun, cerita ini gw mulai dari Lapangan bola, tempat dimana biasanya gw habisin waktu mulai dari sore hari, sampai adzhan maghrib berkumandang
Lapangan ini, bisa dikatakan, berada di area paling ujung, hampir berdampingan dengan zona Utara, tempat ini juga berada di sisi jalan.
Pernah, gw dan teman2 di desa gw, bermain tanpa memperdulikan adzhan, akibatnya, entah kenapa, tiba2 salah satu teman kami, jatuh pingsan begitu saja.
Ia terkapar, dengan kaki menjejal-jejal, ketika kami mendekatinya, ia meraung, menyerupai seekor harimau.
Kami terdiam, lama.
Untuk ukuran anak-anak, tentu gw dan semua teman gw kebingungan. ia melotot menatap kami satu persatu, sampai, seseorang datang sembari membawa ranting pohon, ia berlari, kemudian memukulkan rantingnya ke teman kami yang kerasukan, anehnya, teman gw langsung sadar.
Disinilah bagian mengerikanya.
Seseorang yang baru saja menolong kami, rupanya bukan sosok yang asing bagi kami. dia adalah GONO, begitu kami memanggil namanya.
Siapa GONO?
Bila ada manusia yang di lahirkan dengan anugerah dan kengerian, GONO adalah salah satunya.
GONO, nama yang sangat aneh bahkan untuk nama-nama kuno orang jawa. pertama kali gw mendengar nama itu, gw cuma berpikir, ada orangtua yang setega itu memberikan nama untuk anaknya sendiri dengan nama yang bahkan tidak pernah gw dengar sebelumnya.
GONO adalah seorang pria, yang berada di kisaran umur 40 tahun, tubuhnya tambun dan biasa mengenakan kaos usang, dengan celana pendek, tanpa alas kaki. Meski sudah berumur, namun yang bisa di ketahui saat melihat Gono adalah, ia seorang pria yang memiliki keterbelakangan mental.
Yang paling gw ingat dari pria ini adalah, ia selalu menjadi seorang yang di caci, di hina, bahkan di rendahkan oleh anak-anak seumuran gw waktu itu, termasuk teman-teman gw. Namun, yang tidak di sadari oleh orang lain adalah, ketika ia mengatakan sumpah serapahnya apa yang ia katakan, selalu menjadi kenyataan.
Termasuk ketika ia mengatakan, bahwa salah satu teman gw, sore ini, akan mengalami patah kaki hebat.
Nyatanya, ucapan Gono selalu tepat, meski gw gak yakin ia mengatakan itu dalam keadaan sadar, namun, ucapanya diikuti oleh kutukan
Saat kami bermain bola, ia akan melihat kami dari sisi lapangan, menatap kami seolah-olah ingin ikut bermain, namun, tidak ada satupun teman kami yang akan mengijinkan. Gono, terlihat seperti penyakit dimata teman-teman gw, ia seperti sesuatu yang gak bisa gw jelasin.
Ada satu permainan yang paling di sukai oleh teman2 gw untuk menganggu Gono, yaitu, permainan “Ambil Isteri Gono”
Ya, permainan ini seperti mimpi buruk bagi Gono yang kadang buat gw gak mengerti sama sekali, Gono tidak menikah dengan perempuan manapun, lantas, kenapa ia mengamuk
Ia akan marah dan mengamuk bila teman gw mulai mengatakan “gon, bojomu sak iki wek’ku. kapok” (Gon, isterimu sekarang jadi milikku, rasakan)
Dengan wajah amat marah, Gono akan mengejar siapapun yang mengatakan itu, ia akan terus menerus mengejarnya.
Setelah itu, semua teman2 gw akan berpencar satu sama lain, mereka bergantian mengatakan bahwa sekarang isteri Gono menjadi milik mereka, dan Gono akan mengejar mereka yang mengatakan itu.
Semua teman-teman gw menganggap hal itu lucu, namun bagi gw, hal itu sangat aneh.
Gw mungkin satu-satunya orang yang gak pernah tertarik menganggu Gono seperti yang lain, namun, setiap gw berdekatan dengan dia, firasat gw selalu gak enak, ada sesuatu yang membuat gw gak bisa berada dekat-dekat dengan dia, salah satunya, bau badanya, Gono tidak pernah mandi.
Pernah kami bertemu, dimana ia sedang mengayuh sepeda kumbangnya, tanpa sengaja, gw menyapanya, dan dengan wajah kekanak-kanakan untuk seorang pria berumur 40 tahunan, dia bercerita, bahwa sekarang ia bersama anaknya.
Gw kaget setengah mati, karena gw gak melihat siapapun.
Sama seperti gw, Endah juga menjauhi Gono, hal ini cukup menarik, pasalnya, Endah adalah anak yang badung dan suka membully, namun kenapa ia tidak pernah menyentuh Gono seperti teman-teman kampung gw yang lain?
Ternyata, Gono memang memiliki seorang isteri, tapi..
Isterinya, bukan dari bangsa Manusia.
Bagaimana gw bisa tahu?
Entah permainan keberapa, ketika gw dan teman2 gw bosan bermain bola, mereka akan mulai menganggu Gono, gw cuma mengamati dari pinggir, melihat mereka dikejar-kejar Gono, sampai, gw melihat ada yang berbeda.
Gono hanya diam, tidak mengejar lagi.
Setelah melihat Gono diam lama, Gono kemudian menunjuk teman gw yang berpura-pura sudah mengambil isterinya. seinget gw, Gono mengatakan sesuatu.
Sesuatu seperti “Jupuk’en” (ambil saja) , kalimat Gono seolah membentuk konteks, Ambil saja isteriku.
Disini, semuanya di mulai.
Pasca kejadian itu, teman gw gak pernah lagi terlihat ke lapangan bola, bahkan hari ini, adalah 1 minggu setelah peristiwa itu. Temen-teman gw yang lain gak ada yang tau kemana dia pergi, yang jelas, ada sesuatu yang terjadi denganya.
Gono juga seolah lenyap ditelan bumi.
Akhirnya gw inisiatif buat datang ke rumahnya, tepat sepeti apa yang gw takutin, teman gw jatuh sakit dan gak bisa berdiri sama sekali, setidaknya itu yang ibunya ceritakan dengan wajah sedih.
Waktu gw masuk ke dalam kamarnya, gw langsung bisa tau, bahwa sesuatu menakutinya.
Di ceritakanya lah apa yang sebenarnya terjadi.
Sore setelah pulang dari lapangan, teman gw merasa bahwa badanya sangat berat sekali, seolah di punggungnya dia sedang menggendong seorang anak kecil, tidak hanya itu, di dalam kamarnya, dia mendengar suara alon (lagu tidur)
Semua kejadian-kejadian itu seperti muncul pada waktu-waktu tertentu.
Setiap setelah adzhan maghrib, di bawah ranjang kamarnya, dia selalu mendengar suara seseorang menggaruk-garuk kayu penyangga kasurnya, dan kemudian di ikuti suara wanita ngudang bayi (menidurkan bayi)
Yang terakhir, pada tengah malam. di atap rumahnya, selalu terdengar suara gemeletak, seperti atap rumahnya sengaja di lempari oleh batu, dan itu terjadi terus menerus sampai pagi hari.
Temen gw pernah memaksakan diri buat bangun namun, badanya langsung roboh lagi.
Sebenarnya, orangtuanya sudah pernah beberapa kali memanggil dokter, dan semuanya mengatakan hal yang sama.
Bahwa teman gw hanya butuh istirahat saja. namun, keadaanya bahkan sampai hari ini belum juga membaik.
Disini, gw pun semakin penasaran, sampe akhirnya gw cerita.
Gw bercerita ke Endah, dan Endah hanya mengatakan bahwa itulah karma orang yang suka menganggu seseorang berkebutuhan khusus, namun, gw bisa lihat, Endah, menutupi sesuatu.
Gw pun mendesak dia, dan Endah pun mengatakanya.
“Engkok bengi, ayo di santroni omahe”(malam nanti, ayo kita lihat rumahnya)
Malam itu juga, gw sama Endah datang ke rumah teman gw, gak ada apapun yang terjadi, tapi gw bisa lihat Endah melihat kesana-kemari, sampai suara kemeletak yang diceritakan teman gw terdengar.
Endah, yang pertama tahu, dia menunjuk ke sebuah pohon pisang di belakang rumah
Disana, gw kaget. Rupanya, yang melempari batu ke rumah teman gw adalah Gono.
Melihat kami, Gono tiba-tiba lari, seperti maling ketangkap basah, dia kabur, kami pun segera mengejarnya.
Gw yang pertama kali bisa jatuhin badan tambunya, tapi Gono yang memang badanya besar tidak sebanding dengan badan gw yang kecil, dia meronta seperti anak kecil, membuat gw gelagapan saat telapak tanganya menampar wajah gw.
Endah hanya mengatakan “jupuk’en bojomu”(Ambil isterimu)
Itu pertama kali gw denger Endah mengatakan itu.
Bener dugaan gw, Gono punya isteri, tapi, isterinya yang mana?
Malam itu juga, gw ngelepasin Gono setelah Endah nyuruh ngelepas, di situ Endah ngejelasin, isteri Gono itu kuntilanak hitam yang sudah mengikutinya sejak kecil.
Tahu yang lebih bikin gw merinding. Isteri Gono sekarang ada di belakang gw, setelah Endah nunjuk pohon di samping gw ngejatuhin Gono tadi, katanya, dia sedang memandang gw dengan mata melotot.
Rasanya gw pengen teriak “C*K” di depan muka si Endah.
Kami pun pulang,
Besoknya, teman gw lebih sehat dibandingkan hari sebelumnya, gw pun mengatakan agar dia gak gangguin lagi Gono, apapun yang dia lakukan sebelumnya, hal itu sangat salah. Gono memang tidak sesehat kami secara akal namun, dia tidak pantas di perlakukan seperti itu.
Sejak hari itu, gak ada lagi teman gw yang gangguin Gono..
Tahu, alasan kenapa Gono melempar batu ke rumah teman gw. rupanya, dengan cara itu, Gono menangkal isterinya untuk melukai teman gw lebih jauh, karena kata endah, sesuatu yang membuat badan teman gw berat adalah bayi.
Yang di bawa isterinya, di letakkan tepat di punggung teman gw.
Sekarang, gw bakal ceritain sesuatu yang lain, yang tinggal di lapangan bola ini, gw pernah nyebut nama makhluk ini sebelumnya, ya, namanya adalah Dalboh. salah satu panglima yang tinggal di tepi barat.
Sebenarnya bagi orang jawa, Dalboh bukan fenomena yang baru bahkan anak-anak di jawa sering menggunakan nama makhluk ini sebagai tembang untuk menakut-nakuti temanya. Kurang lebih liriknya seperti ini.
“Dalboh-Dalboh, motone sak lepek,” (Dalboh-Dalboh matanya sebesar Loyang)
Lapangan Bola ini memiliki 2 tribun yang hanya mampu menampung 100 orang, tribun itu saling berhadapan satu sama lain, dibangun dengan sisi bentuk menjulang tinggi kebelakang, satu tribun dekat dengan jalan raya, tribun yang lain, tepat disamping pemakaman.
Yang akan kita bicarakan adalah tribun yang ada di samping pemakaman, bisa di katakan, tribun ini tidak pernah sekalipun diduduki atau ddatangi oleh siapapun, alasanya, karena lokasinya yang terisolasi dan tentu saja, angker
Disinilah, tersebar satu sosok makhluk, bernama Dalboh
Wujudnya?
Tidak ada yang pernah bisa menggambarkan wujud aslinya, karena mereka yang pernah melihatnya, hanya bisa menggambarkan sebagian dari tubuhnya, kulitnya hijau lumut, dengan bentuk kaki pekor (cacat) , biasanya, ketika ia menampakkan diri, ia hanya berdiri diam. Mematung
Orang percaya, munculnya Dalboh di gambarkan dengan datangnya sebuah balak (bencana) bila hanya melihat badanya saja, artinya itu hanya sebuah pertanda, namun bila melihat bola matanya yang besarnya sak lepek (loyang bundar) pertanda meninggalnya dia yang sudah melihatnya.
Seperti yang lain, makhluk ini salah satu panglima yang memegang satu dari banyaknya wilayah di sisi Barat, hampir bertabrakan dengan pemilik Wilayah sebelah Utara yaitu Harimau putih.
Namun, banyak orang yang mengaku pernah melihat makhluk ini muncul bahkan sampai ke area dalam
Apapun itu, Dalboh tidak sesering itu menganggu warga sekitar, jauh berbeda dengan Gerandong yang menjadi bala penyakit yang menjaga Masjid Mekanti tepat di samping lapangan.
Ya. Gerandong. Makhluk yang bakal gw ceritain ini, pernah membahayakan satu nyawa, warga Mekanti.
Malam ini, kita lanjutin lagi cerita tentang rentetan kejadian dan hal-hal mistis di pabrik gula dekat rumah gw.
Sebelumnya gw minta maaf sudah hilang selama berhari-hari, dikarenakan dekat lebaran, otomatis gw sibuk urus ini itu, sampe gak ada waktu buat nulis.
Pesan gw cuma satu, siapin teh, siapin kopi, karena malam ini gw bakal nulis lebih panjang dari biasanya, jadi, nikmati segala suguhan gw malam ini.
Yang akan gw ceritakan malam ini, adalah rumah ibadah bagi umat muslim. ya, sebuah masjid megah nan kokoh yang berada tepat disamping kiri lapangan dan di kelilingi oleh pemakaman, apa gw bilang di kelilingi pemakaman?
Tepat sekali. Masjid ini, di kelilingi oleh pemakaman.
Hanya pagar batu bata yang menjadi pembatas antara halaman masjid dengan pemakaman, tingginya, gak lebih dari dada orang dewasa, jadi ketika masuk ke dalam masjid ini, otomatis kalian bisa melihat pemandangan langsung kuburan dari orang-orang yang sudah meninggal lebih dahulu.
Yang jadi masalah, banyak dari makam tanpa nama, dari yang dibangun dengan semen, atau makam yang hanya menggunakan nisan batang bambu. mengerikan?
Tentu saja.
Setiap makam, memiliki ceritanya masing-masing. Namun, kita akan fokus pada cerita di balik pembangunan masjid ini.
Jauh sebelum masjid ini berdiri, lahan ini yang luasnya gak lebih dari 4 petak rumah, adalah lahan kosong dengan satu pohon yang berdiri di tengah-tengah lahan kosong ini.
Pohon ini, dikenal dengan nama, pohon Waru ireng.
Satu dari sekian banyak jenis pohon yang paling langkah
Kenapa pohon ini langkah.
Karena, orang jaman dulu percaya, banyak cerita mistis yang selalu di sertai dengan tumbuhnya pohon ini, termasuk, prosesi yang disebut, “Tumpak Sajen” sebuah upacara, menukar nyawa anak kandung, dengan harta berlimpah ruah.
Apaka hal itu berlaku pada pohon ini?
Jawabanya. Berlaku, meski tidak se’extreme Tumpak sajen jaman dahulu, namun, banyak di temukan sesaji disekitar pohon ini, sehingga, berawal darisana, warga, sepakat, untuk menebang pohon ini, dan di gantikan dengan bangunan masjid.
Kurang lebih, latar cerita ini adalah tahun 90’an, jadi saat itu Desa Mekanti masih di huni kurang dari 100 kepala keluarga.
Setelah dilakukan musyawarah, warga sepakat.
Maka, di temuilah para petinggi pabrik, karena lahan ini adalah masih lahan pribadi milik pabrik.
Disinilah, kejanggalan mulai terjadi secara terus menerus, mulai dari pihak pabrik setuju namun dengan syarat bahwa, warga lah yang harus menebang dan menumbangkan pohon itu, termasuk, menerima resiko yang akan terjadi. Warga pun heran, apa alasan pihak pabrik berkata demikian.
Pertanyaan itu terjawab, ketika hari penebangan pohon itu.
Ketika seorang warga mendekati pohon itu, konon, ia mendengar suara seseorang tertawa, suaranya tinggi dan tegas, membuat warga yang menebang pohon keheranan, padahal saat itu siang hari.
Penebangan pohon masih berlanjut, namun yang terjadi selanjutnya, sudah berpuluh-puluh kali, pohon itu di hantam oleh mata kapak, akan tetapi satu batang pun tidak tergores sedikitpun.
Melihat hal ini, warga semakin kebingungan, penebangan pohon pun di undur.
Pak Ruwanto, satu dari warga yang ikut menebang pohon, tiba-tiba jatuh sakit, ia merasa diikuti oleh sesuatu tak kasat mata, setiap malam, ia mendengar suara tertawa itu.
Namun, pada malam terakhir sebelum ia meninggal, pak Ruwanto menyebut sebuah nama, “Gerandong”
Tidak hanya pak Ruwanto, hampir semua yang terlibat dan ikut andil menebang pohon itu satu persatu tumbang dengan sakit yang berbeda-beda, disini, warga mulai resah, pasalnya, pohon itu menyebarkan wangi aroma darah yang menyengat.
Amis.
Sangat amis, seperti aroma bangkai.
Sampai, muncul seseorang.
Sepuh kampung yang sangat jarang keluar rumah, ia terlihat berdiri di bawah pohon itu hampir sepanjang malam.
Saat subuh, orang itu pergi, dan ketika malam tiba, orang itu akan duduk di bawah pohon itu.
Namanya adalah mbah Keroh.
Mbah Keroh ini menjelaskan kepada warga, bahwa pohon ini adalah rumah makhluk hitam, yang tingginya setinggi 2 tiang, matanya merah menyala dengan gigi taring panjang, lidahnya menjulur keluar, dan ketika ia berjalan, seperti seseorang tengah merangkak.
Namanya. “Gerandong Ulih”
Gerandong Ulih ini, sudah ratusan tahun tinggal di lokasi ini, dan dulu sebelum ia menetap di pohon ini, semua disekitar sini adalah wilayah kekuasaanya, namun, semenjak ada Maha Ratu yang menjadi cikal bakal Ratu kerajaan demit, Gerandong Ulih ini hanya mau ada disini,
Menebang pohon ini sama saja dengan menukar nyawa, itu pun tidak cukup dengan 1 atau 2 kepala, namun seribu kepala, itu yang di katakan Gerandong Ulih kepada mbah Kero.
Warga yang mendengar itu sontak hanya bisa diam. sampai mbah Kero mengatakanya. “Aku ae sing ngetok” (biar sya saja yang menumbangkan pohon ini)
Sontak warga kaget. apa maksud ucapan mbah Kero, disinilah mbah Kero mengatakanya
“Jogo jasadku sampe pitung dino, masjid iki bakal ngadeg jejeg nang kene”
(setelah ini, jaga jasadku sampai 7 hari, maka masjid ini akan berdiri tegak)
Warga masih bingung dengan apa yang dikatakan mbah Keroh,
Namun, perkataanya untuk menumbangkan pohon ini benar adanya, pohon itu tumbang dengan kapak milik mbah Keroh, tapi yang terjadi selanjutnya, mbah Keroh meninggal dunia secara tiba-tiba. ia di makamkan di lahan itu.
Disinilah cerita ini akan di mulai.
7 hari paling mendebarkan, dimana warga bergantian menjaga makam Mbah Keroh, di bantu dengan 7 santri yang dipilih langsung oleh seorang kyai yang konon sudah di beritahu oleh mbah Keroh atas apa yang akan terjadi di tanah ini.
Setiap petang tiba, sesusai shalat maghrib, lahan itu akan di jaga oleh 7 Santri, mereka menggelar tikar tepat disamping makam mbah Keroh.
Hanya 1 atau 2 warga yang diijinkan ikut menjaga, alasanya, karena kelak, Masjid ini adalah cikal bakal bukti kepemilikan lahan dengan ghaib
Malam itu, sekitar pukul 9 malam, suasana sudah sangat sepi, Pak yono, sebagai ketua RT, beliaulah yang mengajukan diri mewakili warga untuk menjaga makam mbah Keroh, sendirian di temani 7 Santri, selama menjaga makam itu, beliau merasa bulukuduknya berdiri sepanjang malam.
Dimulai dengan suara anak-anak kecil yang terdengar di sekeliling, padahal, tidak ada wujud apapun yang di lihat pak Yono, sedangkan 7 Santri, mereka hanya duduk bersila sembari membaca kitab di tangan mereka.
Hanya pak Yono, yang menatap kesana-kemari, di hantui suara anak-anak.
Bila hanya suara, mungkin pak Yono masih bisa mengatasi, lantas bagaimana bila suara-suara itu mulai menampakkan wujudnya. itulah yang terjadi, di tengah suara khusuk dari para Santri, rupanya, pak Yono melihat anak-anak kecil dengan gaun putih, berdiri di luar pagar pembatas.
Mereka melotot menatap pak Yono, seperti menertawai apa yang telah mereka lakukan.
Rupanya, ini yang di katakan oleh salah satu santri, bahwa semakin gelap, mereka akan semakin kuat.
Pak Yono memejamkan matapun, bayangan wajah mereka masih muncul di kepala pak Yono.
Itu terjadi selama berjam-jam, sampai, suara kecil anak-anak berubah menjadi suara lelaki dewasa dengan nada mengancam.
Pak Yono tidak pernah merasa setakut ini, setidaknya sampai pak Yono menutup telinganya, ia mendengar bahwa makhluk itu, menginginkan jasad mbah Keroh.
Suara itu seperti tengah membisik bahwa bila ia menyerahkan jasad mbah Keroh kelak, pak Yono akan mendapatkan limpahan harta tak terduga.
Setidaknya, ditengah suara itu, pak Yono masih mendengar lantunan ayat dari para Santri, sembari satu santri mengatakan, “ojok di reken pak”(jangan didengarkan pak)
Sekitar jam 1 dinihari, gelap semakin menantang, suara para santri semakin keras, pak Yono masih ingat betul, bagaimana angin malam itu berhembus sangat kuat, kuat sekali, seperti sengaja di tiup untuk mereka.
Disni, pak Yono melihatnya.
Pak Yono menyebut sosok itu seperti wujud Genderuwo, hanya bedanya, sosok itu besar sekali, pak Yono sampai harus mendongakkan kepala memandang matanya yang merah menyala, ia merangkak memutari pemakaman, melihat dengan lidah merah terjulur
Rupanya itulah Gerandong yang dimaksud
Anak-anak kecil itu, mengikuti di belakang makhluk itu.
Pak Yono menjadi ingat, mungkin anak-anak itu adalah tumbal yang selama ini di persembahkan untuk makhluk satu ini.
Gerandong itu hanya berjalan memutari, melihat pak Yono dengan tatapan meminta.
Sampai menjelang subuh, makhluk itu sudah menghilang, namun 7 Santri itu hanya mengatakan, bahwa malam-malam selanjutnya akan berkali-kali lipat lebih sulit dari malam ini, dan pak Yono tidak boleh ikut lagi.
Karena menurut para Santri, pak Yono sempat bimbang dengan penawaran.
Pak Yono pun setuju. karena ia sendiri tidak akan sanggup bila harus melihat wujud makhluk itu lagi.
Di malam kedua, 7 Santri, ditemani oleh 2 pemuda, mereka mengaku mendapat mandat dari orangtua mereka.
Maka, setelah maghrib, aktifitas itu di mulai lagi.
Gw pertama kali denger cerita ini dari ustadz Lutfi, satu dari dua pemuda yang waktu itu ikut jaga makam mbah Keroh sampai hari ke tujuh, rupanya, ada alasan kenapa makam itu di jaga sebegitu ketatnya.
Semua ini, berhubungan dengan perjanjian yang di buat oleh mbah Keroh.
Jadi gw bakal jelasin apa yang ustadz Lutfi ceritakan dulu. saat ini beliau jadi pengajar di pondok pesantren gak jauh dari masjid ini di bangun, kejadian ini di ceritakan waktu gw masih SD.
Sebelumnya, mbah Keroh sudah menjalin komunikasi sama makhluk ini, mulai dari komunikasi mengusir secara halus makhluk ini sampai mengancam akan mengurung makhluk ini kalau tidak mau pindah, namun, jawaban apa yang mbah Keroh dapat?
Sebuah ancaman.
Bahkan, mbah Keroh yang sudah menjadi sepuh di desa ini dianggap bahwa ilmunya tidak seberapa dengan makhluk yang sudah sangat lama tinggal di lahan ini.
Apa yang diucapkan oleh makhluk itu memang benar adanya, mbah Keroh pun sadar, bila dia nekat melawanya, hanya setor nyawa.
Karena itu, mbah Keroh melakukan perjanjian, bahwa ia akan menumbangkan pohon ini dengan nyawanya sebagai ganti, namun, tanah ini akan menjadi barang taruhan.
Taruhanya, sederhana. Kelak, setelah mbah Keroh meninggal, ia akan di makamkan di atas lahan ini, dengan tujuan, satu. Sukma (jiwa) nya, mbah Keroh, akan di semayamkan, dan makhluk itu di ijinkan memetiknya, dan bila berhasil, maka, lahan ini memang di peruntukkan untuk makhluk itu, tetapi, tidak di katakan oleh mbah Keroh bahwa yang menjaganya nanti bukan hanya warga kampung ini saja.
Namun, juga para Santri yang sudah tahu tentang perjanjian ini. Warga yang ikut hanyalah sebagai syarat dari perjanjian tersebut.
Waktu itu, Ustadz Lutfi, masih sangat muda, dengan di bekali lembaran halaman isi ayat yang bahkan Ustadz Lutfi saat itu belum dapat membacanya, hanya ikut duduk dan memperhatikan, temanya saat itu yang mendampingi adalah Agus, mereka duduk bersila, menunggu, malam semakin larut.
Satu hal yang beliau masih ingat adalah, sebelum 7 santri itu mulai mengaji, ia ingat, para santri memutari lahan itu, seperti mencari sesuatu, dengan tangan meneteskan cairan, yang kaya ustadz Lutfi wangi sekali.
Beliau belum pernah mencium aroma sewangi itu.
Semakin malam, semakin sepi, sebegitu sepinya sampai Lutfi yang saat itu belum tahu apa-apa, tidak mendengar satupun suara jangkrik, padahal lokasinya di samping lapangan.
Agus, hanya menghisap rokok, memperhatikan para santri yang mulai mengaji lirih. sampai,
Aroma wangi tadi, berubah menjadi aroma yang sangat busuk.
Busuk sekali, bahkan Agus sampai menutup hidungnya, dan kemudian mereka melihatnya.
Percaya atau tidak, tempat yang awalnya sunyi dan sepi itu, mendadak sangat ramai. ramai sekali, seperti pasar dadakan.
Masalahnya adalah, yang Agus dan Lutfi lihat bukan rombongan manusia, melainkan pocong.
Mereka memenuhi tempat itu. berdiri dengan wajah hancur sehancur-hancurnya, dan bau busuk itu rupanya tercium dari aroma pocong yang Ustadz Lutfi perkirakan lebih dari 100 pocong.
Banyak sekali
Agus akhirnya jatuh pingsan, karena bila di ceritakan secara lisan, wujud pocong itu tidak seperti yang banyak di ceritakan orang, karena pocong yang Ustadz Lutfi lihat, hampir semuanya berwajah hancur, sampai ada yang lidahnya menjulur keluar karena dagunya hancur
7 santri tetap mengaji meski di kelilingi Pocong yang entah apa yang mereka minta.
Gangguan baru berakhir, ketika menjelang subuh.
Agus yang sudah sadar dari pingsanya, tidak ikut lagi di malam ketiga, namun, berbeda dengan Ustadz Lutfi, ia sangat tertarik dengan semua ini.
Semenjak saat itu, Ustadz Lutfi seperti mendapatkan hidayah, bahwa makhluk ghaib itu benar nyata.
Iya mulai ikut membaca ayat meski masih sebatas, al-fatihah.
Malam ketiga hingga malam ke enam, berbagai makhluk ghaib bermunculan, seperti sengaja menampakkan diri.
Banyak sekali makhluk ghaib yang Lutfi lihat, mulai dari macan putih dengan cincin di taringnya, sampai Jagalaga, yang dulu pernah menjadi pembicaraan warga Desa, wujudnya berkaki panjang setinggi pohon jati, sekali langkah bisa bermeter-meter, semuanya menampakkan diri.
“Ra usah wedi, iki ngunu pancen onok kerajaan Demit” (tidak perlu takut, memang tempat ini adalah kerajaan makhluk seperti ini) kata salah satu santri menenangkan Ustadz Lutfi, namun, ia belum melihat wujud Gerandong itu muncul.
Sampailah di hari ketujuh.
Tepat di pemakaman paling belakang, ada sebuah pohon petai, rantingnya kecil dengan dedaunan yang tidak terlalu rimbun.
Konon, kata Ustadz Lutfi, ia mendengar suara tertawa yang sangat keras, nyaris seperti mendengar suara dari ratusan orang.
Dan dari tiang kecil itu, munculah.
Ustadz Lutfi menggambarkan gerandong menyerupai leak di bali, dengan lidah yang panjang sekali, saat dia merangkak, lidahnya terseret di tanah, bulu-bulunya hitam, tebal seperti sulur rambut yang tersurai.
Kuku jarinya panjang melingkar, ia merangkak, mendekati ustadz Lutfi.
Ia berhenti tepat didepan wajah ustadz Lutfi, seperti mengamati, matanya merah menyala, dan aroma badanya seperti aroma bangkai busuk.
Ketika ia berdiri, tingginya hampir setinggi 3 pria dewasa yang bila di sejajarkan keatas.
Saat itulah, jantung Ustadz Lutfi sudah mau copot.
Tapi, tidak ada satupun santri yang bergeming.
Mereka semakin menggila, dengan suara keras, mengaji dan terus mengaji. Sebegitu mengerikanya malam itu, sampai makhluk itu tertawa-tawa sembari mengais tanah tempat mbah Keroh di makamkan.
Pepohonan seperti di tiup angin kencang.
Selamat malam. Sorry baru muncul.
Lengkap 7 hari gw di rawat di rumah sakit, Alhamdulillah sudah boleh pulang.
Jadi gw itu bingung, tiap nulis cerita tentang pabrik gula ini ada saja masalah yg timbul, walaupun gw gak mau mikir buruk dan semoga memang gak ada hubungannya..
Mau lanjut malam ini gak?
Sebelum gw ngelanjutin cerita malam ini, gw mau cerita dulu.
Jadi, begini, gw gak ingat kapan? intinya setelah gw nulis cerita tentang para penghuni pabrik gula ini, gw ngerasa gak enak saja, begini, di kamar, tempat gw tidur memang sengaja dikasih bacaan ayat al-Qur’an.
Bacaanya ini bacaan khusus yang memang semenjak kejadian gw waktu kecil udah dipasang sama pak de gw, pak de No sebelum beliau meninggal
Kenapa cuma kamar gw yang di kasih?
Alasanya, biar para penghuni rumah gw gak marah. jadi, cuma kamar gw yang tidak boleh di masuki mereka
Rumah gw dan gw yakin rumah-rumah lain ada penghuni lamanya, kalian tau’lah maksud gw.
Yang paling kuat penghuninya itu kakek-kakek, katanya beliau sering ikut sholat bareng kami, bisa dibilang, kakek ini sering masuk ke kamar gw juga.
Beberapa hari ini, gw ngerasa ada yang masuk ke kamar gw, walaupun gak bisa lihat, tapi gw bisa merasakanya, kuat sekali.
Memang, akhir-akhir ini gw jarang sholat sih, mungkin teguran, sampai, seminggu yang lalu, gw lumpuh, dari badan sampai kaki, kata dokter, kekurangan vitamin.
Dari semua yang jenguk gw, cuma satu orang, Frada, sepupu gw yang masih SMP, yang nyeletuk kalau ada yang lagi gak suka di omongin.
Gw bingung.
Gw tanya, Frada ini gak mau ngasih tau, intinya, dia bilang, ada yang gak suka di omongin.
Gw pun maksa, apa maksudnya dia ngomong gitu.
Seinget gw, Frada bilang “kalau lagi nulis sesuatu, tolong, jangan kasih tahu namanya, kasih tau saja jenisnya, itu yang baca juga gak butuh nama makhluk yang lu ceritain”
Gw pun kaget. Darimana bocah ini tahu gw nulis sesuatu.
Mungkin ini semacam teguran, sekali lagi, gw gak mau mikir kemana-mana, tapi gw bakal jadikan masukan sepupu gw, kalau mulai sekarang, gw gak akan sebut namanya lagi, mungkin sebatas jenisnya saja.
Well, jadi kita lanjutin ceritanya.
Buat yang ingin lihat penggambaran Peta Lokasi ini, gw udah buatin alakadarnya, jadi bisa di bayangkan dimana lokasi tempat gw cerita ini.
Gw bakal mulai ceritanya dari sini.
Makhluk hitam itu terus mengais tanah, disitulah akhirnya di’letakkan batu kecil-kecil di makam mbah Keroh
Di atas batu kecil itu’lah yang kelak akan jadi pondasi Masjid ini.
Bisa dibilang, masjid ini di bangun di atas sebuah makam.
Sampai saat ini, makhluk itu masih mendiami tanah itu, tepatnya, di seberang pagar, tempat dimana makam-makam milik warga berada.
Konon, banyak yang sering mendengar suara eraman, seperti suara orang berdeham bila melewati pagar dari sisi samping lapangan, entah apapun, itu,
Masjid ini di bangun dengan orang baik, dan niscaya akan membawa kebaikan juga.
Kuburan Jaran (Makam kuda)
Di Selatan ada sebuah gerbang tua, tempatnya agak menjorok ke dalam dari sebuah gang kecil persis di samping pemakaman, tempatnya sudah di tumbuhi rumput liar dan sudah tidak terawat.
Tempat ini tidak pernah di lalui lagi, alasanya, karena sektor sebelah sini sudah tidak aktif, tetapi, alasan sebenarnya, sektor ini tidak pernah di lalui lagi adalah, karena tempat ini biasa orang kampung panggil dengan sebutan “Kuburan jaran”
Tempat dimana mereka, wanita yang konon, bertubuh cacat, sering menampakkan diri, dia yang memiliki kaki seperti kuda.
Bila ada yang pernah nonton Film Kuntilanak yang di bintangi Julie Estelle, ada penggambaran sebuah makhluk wanita tua berkaki kuda, sebenarnya, penggambaran itu adalah penggambaran dari sebuah makhluk jawa kuno (gw gak bisa sebut namanya) yang dahulu sering muncul meminta tumbal.
Sosoknya, memang berwajah wanita tua, hanya saja, di bagian bawah perutnya, tumbuh 2 kaki kuda, yang membuat makhluk ini ketika berjalan harus menyeretnya.
Dulu, sebelum tempat ini di tinggalkan, ada sebuah cerita dari salah satu karyawan yang bekerja di pabrik gula ini.
Sebut saja namanya adalah pak Anto, beliau bertugas memeriksa pipa yang membentang dari sektor A ke Z, dan mau tidak mau, ia harus berkeliling, hampir memutari gedung, dan setiap kali lewat Kuburan Jaran, pak Anto seringkali mendengar suara kresak
Namun ketika di cari, tidak ada
Hal itu terjadi, berhari-hari tepatnya ketika pak Anto shift malam.
Malam ini, pak Anto harus berkeliling lagi untuk memeriksa pipa, dan ketika ia memandang jauh, lokasi kuburan jaran, wajahnya seperti enggan melewatinya, namun, ia memiliki tanggung jawab pekerjaan.
Meski enggan, pak Anto akhirnya memeriksa satu persatu pipa, sembari menunggu suara yang beberapa hari ini menemaninya, meski tanpa wujud itu, tetapi, malam ini berbeda.
Suasana saat itu lebih hening dari biasanya, dan itu justru membuat pak Anto merasa tidak nyaman.
Sayup-sayup, bukan suara terseret yang pak Anto dengar, melainkan, suara wanita menangis.
Orang normal, mungkin akan lari bila mendengar suara itu, namun pak Anto malah mencari dimana sumber suara itu berasal.
Rupanya, suara itu berasal dari gudang tua, tepat di sebelah timur gedung, pak Anto pun mendekatinya, sembari memasang tajam telinganya.
Bermodalkan senter, beliau memeriksa, reruntuhan yang memiliki pencahayaan buruk itu.
Suara tangisan itu sangat memilukan, setidaknya itulah kesaksian pak Anto yang mengalami kejadianya saat itu ketika bercerita ke rekan-rekanya.
Nihil, pak Anto tidak dapat masuk ke gudang karena terkunci, namun, dari sayup-sayup suaranya, berasal dari dalam gudang.
Karena penasaran, pak Anto berusaha memanggil, apakah benar, ada seseorang yang terjebak di dalam gudang.
Alih-alih mendapatkan jawaban, pak Anto malah mendengar tangisanya semakin membuat bulukuduk berdiri.
Ngeri bercampur penasaran rupanya membuyarkan logika pak Anto, ia mencoba mencari jalan, termasuk memanjat plafon dari pohon di samping gudang.
Disanalah, pak Anto melihat apa yang ada di dalam gudang.
Kegelapan, dengan pemandangan kayu dan barang-barang tua yang berdebu, namun, pak Anto belum mau turun, ia menyinari keseluruhan tempat itu dengan senter di tanganya.
Sampai, ia berhenti di titik dekat pintu yang terkunci.
Dengan mulut gemetar pak Anto berteriak manakala yang dia lihat rupanya adalah wanita buruk rupa yang cacat. menatap dengan wajah tertawa cekikikan.
Besoknya, pak Anto tidak masuk kerja karena sakit.
Di ceritakanlah cerita itu kepada rekanya. anehnya, temanya justru bertanya.
“Bojomu meteng ta to?” (isterimu apa hamil?)
Kaget, pak Anto tidak tau apa yang di ucapkan temanya. tapi, memang, beberapa hari ini isterinya mengaku mual dan sakit.
Rupanya benar apa yang di katakan rekanya, bahwa isterinya pak Anto hamil.
Disinilah, kejadian menakutkan itu di mulai
Setelah tahu isteri pak Anto hamil, rekan pak Anto tiba-tiba menyarankan bahwa isterinya harus di pingit, bila sudah menginjak kehamilan ke 7 bulan.
Di tanya kenapa harus di pingit. rekanya menjawab
“Isterimu sudah di pituk (target)”
“Sopo sing mituk?” tanya pak Anto.
“Wedon sikil jaran ” (wanita berkaki kuda)
Jadi, suara kemersak yang selalu di dengar pak Anto adalah pertanda bahwa makhluk itu tidak pernah jauh dari pak Anto, yang lebih mengerikan lagi, sekarang pun wanita itu ada di dekat pak Anto.
Well, cerita yang bakal gw ceritain ini adalah pengalaman pak Anto yang memang tanpa sengaja berurusan dengan makhluk ini, dan cerita ini adalah salah satu cerita yang paling terkenal di kalangan anak-anak desa kami, mungkin sebagai warning agar kami tidak mendekati tempat itu
Gw sendiri pertama kali mendengar cerita ini dari pak lek gw, yang kebetulan dulu sebelum pabrik ini tutup, beliau bekerja disana, karena rumah kediaman keluarga besar gw dekat dengan pabrik gula ini sehingga masyarakatnya mendapat hak khusus untuk kerja di pabrik ini.
Karena malam ini gw cuma bisa nulis sampai jam 9, kita gas tipis-tipis ya, pokoknya setelah jam 9 malam, kalau gak ada tweet gw berarti gw udah keluar, jadi kalian gak usah nungguin.
Cerita ini sendiri akan gw ceritain dengan gaya bahasa gw, biar kalian mengerti esensi rasanya.
Karena sosok yang ini adalah salah satu sosok kuno, alias penunggu tetap jauh sebelum pabrik ini di bangun, mungkin seumuran dengan Gerandong yang sebelumnya gw ceritain.
Pak Anto mungkin bukan tipikal orang yang percaya dengan hal-hal mistis, untuk tebakan teman beliau yang mengatakan hubungan antara fenomena yang pak Anto alami dan isterinya, ia hanya menganggap semua itu kebetulan semata, tanpa ada campur tangan ghaib.
Masalahnya adalah, semenjak kejadian itu. Ada yang aneh di kediaman pak Anto, hanya saja, cuma pak Anto saja yang tidak menyadari hal itu, melainkan anggota keluarganya.
Pak Anto adalah pendatang, beliau jauh dari daerah tempatnya berada, ia jauh dari-mana-mana, sehingga tidak tahu menahu asal usul dari sosok wanita berkaki kuda cacat ini, yang rupanya, sudah lebih dikenal oleh masyarakat sekitar.
Ada 3 hal yang bisa diketahui kedatanganya, dan biasanya memiliki perbedaan dari setiap yang berhubungan dengan makhluk ini, tapi kali ini, gw ceritain dulu, apa 3 hal yang bisa diketahui tentang makhluk ini.
Bila mendengar suara kaki atau sesuatu diseret, biasanya ada ranting atau daun yang tergesek, banyak orang seringkali mendengar suara ini disekitaran kuburan jaran, bila sudah mendengarnya, itu artinya ia sudah berada di sekitar si pendengar.
Selain suara terseret, di ikuti suara menangis, biasanya suaranya halus dan bernada sangat sedih, siapapun yang mendengarnya, seharusnya lari, karena mendengar suara tangisan di tanah lapang kosong memang mengundang rasa penasaran.
Terakhir. akan gw ceritakan di cerita ini.
Panggil saja, bu Santi, isteri dari pak Anto, semenjak pak Anto diterima bekerja di pabrik gula, beliau menurut saja dan ikut mendampingi suaminya, termasuk harus tinggal di sebuah rumah kontrak yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pabrik gula, tepat di samping kebun pisang.
Seminggu yang lalu, badanya tidak enak, mual terus menerus dan mengeluh sudah menjadi keseharianya di tengah harus mengurus anak semata wayangnya, buah kasih dari pernikahanya dengan pak Anto.
Namun, kaget muncul saat pak Anto tetiba menyuruhnya memeriksa apakah dirinya hamil lg
Rupanya benar. Bu Santi kaget, tidak terpikirkan untuk mendapatkan momongan lagi dimana anaknya Safaat, masih berusia belum genap 4 tahun, seharusnya 5 tahun, itu adalah rencana ideal beliau bersama suaminya pak Anto, namun tuhan memberikan kepercayaan lebih cepat dari yg ia duga, sorry salah ketik harusnya bu Santi..
Bu Santi bingung, darimana pak Anto bisa tahu akan hal itu.
Di ceritakan semuanya.
Firasat buruk. Itu yang bu Santi pikirkan saat mendengar itu. Kenapa?
Rupanya, bu Santi berbeda dengan pak Anto, bila pak Anto adalah orang yang lebih percaya pada agama yang ia pegang, bu Santi, sebaliknya.
Bu Santi orang asli banyuwangi, sehingga hal-hal magic atau mistis seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari, termasuk percaya bahwa ada makhluk lain selain manusia yang bisa mencelakai.
Ia segera menghubungi, bapaknya, rupanya, benar, ada yang mengincar beliau
Dari semua kejadian aneh yang akan mereka alami, tidak ada yang lebih aneh dari anaknya Safaat.
Kenapa?
Semenjak semua ini terjadi, Safaat, lebih banyak diam, jarang sekali bicara, dan ia terkadang memandang tembok kosong. bu Santi tahu, makhluk itu, sekarang ada dir rumahnya.
Setiap hari, tidak lelah bu Santi membujuk pak Anto untuk resign, dan kembali ke banyuwangi. Tidak ada tempat yang lebih baik, bila bukan berlindung pada keluarga, toh makhluk ini, tidak ada yang tahu akal bulus apa yang ia rencanakan.
Seperti orang kolot. Pak Anto menolak.
Suatu malam. Ketika pak Anto mendapatkan tugas shift malam, bu Santi terbangun mendengar suara gemeradak di dapur beliau.
Mencoba mengabaikanya, namun perasaanya semakin tidak enak.
Sampai, ia sadar. Safaat, tidak ada di sampingnya.
Apa yang dilakukan anak itu selarut ini.
Rumah kontrakanya tidak besar, hanya ada 2 kamar dengan 2 ruangan untuk dapur dan ruang tamu. Ketika malam, gelap semua.
Membuka pintu kamar, bu Santi langsung menuju ke sumber suara, di nyalakan saklar lampu. Lampu menyala. Pencahayaannya 5 watt tidak membantu banyak.
Terlihat, banyak mangkok plastik tergeletak di lantai ubin.
Tidak ada orang, tidak ada Safaat anaknya, hanya angin yang mungkin menerbangkan mangkok plastik dirak piringnya.
Lalu, kemana Safaat berada?
Disanalah, ia mendengar suara wanita menangis.
Rumah kontrakanya cukup jauh dari para tetangga. maka, mana mungkin ada tetangga yang mau jauh-jauh hanya untuk menangis tengah malam seperti ini.
Namun rasa penasaran dan buah kekhawatiran mengalahkan segalanya.
Anaknya tidak ada, maka ia harus pergi memeriksanya.
Suaranya berasal dari luar rumah. mungkin tepat disamping tembok rumahnya, maka, kunci rumahlah yang bu Santi butuhkan saat ini, tidak lupa, mulutnya berujar meminta pertolongan.
Benar dugaanya. sosok wanita meringkuk dalam gelaplah yang ia lihat.
Dengan mulut berucap doa, bu Santi bertanya dengan bahasa jawa timuran kental. bertanya, apa gerangan yang membuat makhluk ini bertamu di rumahnya.
Tahu, jawaban apa yang bu Santi dapat.
Suara tangisan pilu, mendadak sunyi senyap, berganti jadi suara cekikikan yang menakutkan.
Ia tidak menampakkan wujudnya, tidak juga memberikan jawaban, hanya suara tertawa yang terdengar seperti melecehkan lantunan doa yang bu Santi panjatkan.
Ketika hal ghaib tidak bisa di usir dengan doa, tidak salah lagi, tujuanya tentu apalagi bila bukan untuk mencelakai.
Ia kembali ke kamar dan menemukan anaknya sudah ada di atas ranjang, duduk, menunggu bu Santi menceritakan makhluk apa yang selalu datang bertamu di rumahnya.
Di ceritakan pula, bahwa sejak tadi, ia meringkuk di kolom ranjang, takut. Karena makhluk itu, berdiri di atas ibunya,
Yang tengah tertidur lelap.
Pernah bu Santi tidur, dan di kakinya, ia merasa ada yang menyentuhnya, semakin lama sentuhan itu semakin terasa seperti pijatan.
Takut, tentu saja. Karena bu Santi melihat tidak ada orang selain dirinya yang ada di dalam kamar, bu Santi berteriak sembari membaca ayat kursi.
Keras sekali teriakan bu Santi sampai lebih terdengar seperti berkelakar.
Hanya, Safaat, anaknya, yang berdiri di ujung kamar, melihatnya, dengan wajah ketakutan.
Teriakan bu Santi yang sembari membaca ayat kursi rupanya tidak mengusir makhluk jahil itu, malah semakin menjadi.
Semua teror, yang di alami bu Santi membuatnya semakin kurus di tengah kehamilanya.
Sampai akhirnya, pak Anto merasa bahwa apa yang di katakan bu Santi tentang tamu tak di undang, membuatnya berpikir ulang. Di tanyakanlah sama temanya yang saat itu tengah bekerja.
Temannya mengantarkan pak Anto ke temanya yang lain yang kebetulan menjadi mandor, di ceritakan semuanya, dan mereka pun berangkat ke rumah pak Anto.
Wajah mandor pak Anto cuma tersenyum kecut, sambil memandang terus ke kamar pak Anto.
“Oalah to, kok baru cerita”
Setelah ngobrol ngalur ngidul. Mandor pak Anto memberi 2 butir telur, satu telur ayam cemani, satu lagi telur bebek. di suruh meletakkan di almari.
Tanpa banyak bertanya, pak Anto nurut.
Tapi, Safaat, anak pak Anto, mengatakan, “Momok marah”
Safaat terus mengatakan itu.
Tidak ada yang tahu apa itu “Momok” sampai malam itu.
Sejak sore hari, bu Santi sudah muntah berkali-kali, aroma kamar tempat tidur mereka tercium bau anyir, seperti telur bu’an” (telur busuk)
Pak Anto akhirnya menggelar tikar di ruang tamu, dan malam itu mereka habiskan disana.
Dari arah kamar, berkali-kali pak Anto merasa sedang di awasi, padahal pintu kamar di kunci, namun, sudut matanya seperti melihat pintu sedikit terbuka, dan wajah yang pernah ia lihat, seperti tengah mengintip.
Anaknya Safaat, hanya diam, beberapa kali bergumam Momok marah seperti siang tadi.
Tapi, tiap di tanya Momok siapa? Safaat tidak menjawab.
Pak Anto tidur, begitu juga bu Santi, dan Safaat. Masih terjaga, menggoyang badan pak Anto yang kemudian kaget, melihat bu Santi, muntah-muntah lagi, kali ini, parah sekali.
Yang di muntahkan bu Santi, seperti isi telur, baunya, busuk.
Besoknya, Mandor pak Anto mengecek isi telur yang di tinggal di almari, telur bebeknya masih seperti sedia kala, tapi telur ayam cemaninya, pecah, di dalamnya, ada anak ayam yang masih berurat, mati.
Pak Mandor melihat bu Santi. “anak di dalam kandunganmu rupanya yang di tunggu”
Mandor pak Anto pergi setelah memberitahu bahwa mereka harus memelihara ayam kampung.
Tidak hanya itu saja, pak Mandor juga menunjuk samping kamar pak Anto agar kandang ayamnya di bangun disana.
Rupanya ada maksud tersembunyi alasan kenapa Mandor pak Anto melakukan itu.
Pertama kali memelihara ayam itu, pak Anto masih tidak tahu alasanya, bahkan mandor pak Anto tidak memberitahu alasanya kenapa harus ayam kampung.
Setiap malam, pak Anto dan bu Santi merasa terganggu dengan suara-suara ayam itu yang katanya tidak pernah diam.
Keluhan ini sering di ceritakan pak Anto ke mandornya, tapi si bapak mandor hanya bilang “bagus” tanpa mengatakan apapun lagi.
Tapi, malam itu berbeda. Tidak terdengar sedikitpun suara ayam dari arah kandang disamping kamar pak Anto, hal ini, membuat pak Anto sekeluarga curiga.
Kejadian ini sendiri terjadi berbulan-bulan setelah pertemuan terakhir dengan pak Mandor, jadi tentu saja, malam yang biasanya berisik dengan suara ayam yang mengusik, tiba-tiba menjadi malam yang sunyi senyap, seperti semua suara ditelan hilang.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah, bu Santi sedang hamil besar.
Ia hanya duduk didalam kamar, memeluk Safaat yang sedari tadi menutup mata, ketakutan, entah apa yang membuatnya takut.
Pak Anto, bergegas membawa celurit, lengkap dengan senter ditanganya.
Ada kekhawatiran disetiap langkahnya, sebenarnya, pak Anto ragu, namun kesunyian itu membuatnya khawatir, perasaanya seperti tidak enak sekali.
Keinginan untuk menghubungi pak Mandor juga terkendala, karena waktu itu yang punya telpon rumah hanya orang-orang berduit.
Benar saja, baru melihat dari jauh ada yang ganjil, lampu petromax yang di letakkan diluar kandang, mati, dan pintu kandang yang terbuat dari kayu, terbuka lebar, dari arah dalam, terdengar suara mengeram, seperti suara seseorang.
Pak Anto yang mematung diluar pintu, merinding.
Yang namanya nekat kadang membuat pak Anto akhirnya memaksa untuk melihat apa yang terjadi dengan ayam-ayam yang ia pelihara.
Sampai di daun pintu, pak Anto kaget dan akhirnya tahu alasan kenapa ayam-ayamnya tidak bersuara sedikitpun, alasanya karena, semua ayamnya mati.
Ayamnya benar-benar mati. Satupun tidak ada yang hidup, dan bila dilihat lebih teliti, alasan ayamnya mati tidak di ketahui bahkan sampai saat ini.
Belum selesai memeriksa, teriakan isteri pak Anto membuat pak Anto terkejut dan langsung lari masuk rumah.
Begitu masuk ke kamar,, kaget, pak Anto lihat Safaat, duduk tepat didepan pintu kamar, matanya kosong, ditanganya, ada ayam mati.
Entah darimana Safaat dapat ayam itu, tapi yang membuat ngeri bukan Safaat yang maen ayam mati, tapi, posisi bu Santi di atas kasur.
Jadi bu Santi nahan badanya yang hamil besar, dengan posisi badan terlentang, dimana kedua kaki dan kedua tanganya menggelinjang lurus mirip laba-laba.
Wajah bu Santi antara panik dan ketakutan setengah mati, seperti ada yang menari perutnya ke atas.
Yang di lakukan pak Anto pertama, apalagi kalau gak, coba- coba narik bu Santi, tapi bu Santi teriak -teriak bilang sakit, dan benar saja, dari kakinya, keluar darah, masalahnya, warna darahnya bukan merah lagi, tapi merah kehitaman.
Bu Santi masih teriak, makin lama makin keras
Sambil narik bu Santi, pak Anto juga bilang “tolong lepaskan iseri saya” di ikutin bacaan ayat kursi yang pak Anto hafal di luar kepala, masalahnya, jangankan buat ngelepasin bu Santi, malah pak Anto di ketawain.
Safaat, ngetawain pak Anto, malam itu benar-benar malam yang gila.
Sambil tertawa, Safaat juga bilang “Adik di gowo Momok,”(adik di bawa momok) berulang-ulang, dengan tpuk tangan
Tarik menarik antara bu Santi dan pak Anto berjalan cukup lama, tidak ada angin, tidak ada hujan, hampir, kondisi malam itu benar-benar bikin pak Anto ngeri ketakutan.
Terakhir, bu Santi berteriak lama sekali, kemudian jatuh ambruk.
Selesai.
Belum, bu Santi bangun dan melotot melihat pak Anto, kondisinya masih sama, perutnya besar, sambil tertawa, bu Santi dan Safaat saling memeluk melotot melihat pak Anto.
Yang paling bikin cerita ini sampe tersebar luas adalah apa yang di lakukan bu Santi berikutnya, darah yang keluar dari, mohon maaf, (kemal*anya) di raup sama tanganya dan di jilatin.
Setelah itu, pak Anto baru meminta tolong sama warga,
Warga sampai mengumandangkan adzhan malam-malam.
Tapi apa? bu Santi tertawa semakin keras sambil tetap melakukan hal itu, atas inisiatif warga akhirnya kedua tangan dan kakinya di ikat. Sampai pak Mandor muncul.
Pak Mandor kaget bukan main, yang pertama beliau lakukan, nyuruh semua warga ngumpulin ayam yang mati, di suruh nyembelih saat itu juga, darahnya di masukkan dalam gelas.
Safaat langsung wajahnya di urap sama darah itu, sedangkan bu Santi, di gelonggong tepat di mulutnya.
Selesai?
Belum, itu darah di semburkan kemana-mana, sambil tertawa dia bilang janin di dalam perut itu sudah mati.
Mati.
Pak Anto langsung ngamuk, sambil ngambil celurit, warga nahan pak Anto.
Ditengah kekacauan itu, Mandor itu cuma bilang. “Oh wes wayahe”(oh sudah waktunya)
Beliau nyuruh warga manggil Bidan desa, katanya malam itu anak di dalam perut itu akan lahir
Pak Anto jadi bingung, siapa yang harus di percayai
Sambil tetap tertawa, bu Santi masih di gelongong
Bidan desanya datang, sambil takut, beliau mendekat.
Warga juga heran, orang kesurupan malah di suruh melahirkan. Yang selanjutnya dilakukan pak Mandor, nekan lehernya, seketika wajah bu Santi yang melotot tiba-tiba teriak, kesakitan, Bidanya juga bingung, sambil memberi arahan
Sambil meracau, lama, akhirnya kepala si jabang bayi keluar dan waktu itu, benar-benar gak masuk akal, Bidanya sampai bilang bila, pertama kali melihat kejadian seperti ini.
Setelah itu, Mandornya minta ari-ari si jabang bayi, kemudian membungkusnya dengan kain kafan.
Kain kafan berisi ari-ari itu dibawa kembali ke pabrik, disana ari-ari itu di kuburkan.
Setelah di kuburkan, bu Santi kembali sadar, beliau di tanya apa yang sudah di lihat oleh Mandor pak Anto, di ceritakanlah semuanya. kalau dia melihat wanita setengah kuda.
Wanita itu meminta sesuatu ke bu Santi, tapi bu Santi tidak mau, setelah itu, wanita itu mengejar bu Santi, lama sekali dan tidak berakhir di situ, sampai ia mendengar suara Safaat yang menangis.
Ketika didekati, ternyata itu bukan Safaat, tapi sosok kecil yang buruk rupa.
Sosok kecil ini yang kemudian merangkak ke punggung bu Santi.
Pak Mandor hanya mengangguk, setelah itu baru ketika bu Santi sudah meneguk air, pak Mandor cerita, kalau makhluk yang baru saja bertamu atau kata orang jawa Ndayoh itu memang meminta, kepada keluarga ini.
Sialnya, sebagai tuan rumah memang harus membaikkan tamu tapi yang di minta juga tidak kira-kira, yaitu ari-ari jabang bayi itu.
Bu Santi dan pak Anto masih bingung.
“Bayangno. Opo sing bakal kedaden nek ari-ari iku pedot gok jero weteng sampeyan?”(Bayangkan apa yang terjadi bila ari-ari itu putus di dalam perut anda?)
Pak Anto dan bu Santi mengangguk, lantas apa hubunganya dengan ayam?
Pak Mandor pun bercerita, alasan kenapa dia menyuruh pak Anto memelihara ayam di samping kamar, agar makhluk itu tidak berdiam di dalam kamar pak Anto, alias “jaran wedi karo suoro pitik”(kuda takut sama suara ayam)
Kemudian, kenapa ayamnya mati.
Pak Mandor hanya melirik Safaat yang tengah tertidur. “ojok di uring-uringi. anak’e sampeyan spesial, cah cilik sing sampeyan temoni nang mimpi iku sing bisikki anak e sampeyan)(Jangan di marahi, anak anda istimewa, bocah yang anda temuilah yang membisikki anak anda)
“Safaat takut kalau punya adik, ketakutan yang biasa di miliki anak pertama)
Pak Mandor pun mengatakanya, ayam-ayam itu mati karena di racun oleh Safaat.
Setelah malam itu, akhirnya pak Anto di pindah bagian, tidak lagi berada di zona barat.
Cerita ini sampai terkenal di kalangan anak-anak yang ayah atau saudaranya bekerja di pabrik ini. Dan tempat itu, tidak lagi boleh di lewati , sayangnya, tempat itu ikut menjadi bagian,
Pembangunan perumahan baru, nanti di bagian akhir akan gw ceritakan tuntas di bagian akhir.
“AKHIR RIWAYAT PABRIK GULA, DAN TEROR PENGHUNINYA” yang memakan banyak sekali tumbal, tapi nanti ya
Karena thread ini sudah kepanjangan, walau sebenarnya cerita di bagian barat ini masih setengahnya, masih ada lokasi di barat yang paling angker, yaitu, gedung sekolah negeri, dan rumah jepang, tapi lain kali saja kita bahas ya.
Akhir kata, gw tutup Thread bagian ke 4 ini, dan mohon maaf kalau sempat ada salah kata dan penulisan, serta masih merahasiakan lokasi pabrik gula ini, karena gw udah mulai gak nyaman, buat yang tahu lokasinya, mohon jangan di sebarluaskan ya, karena sekarang tempat ini-
Adalah sebuah perumahan yang tidak semua orang tahu bagaimana cerita atau latar belakang pembangunanya.
Akhir kata, gw Simple_Man, mengucapkan banyak terimakasih atas perhatianya, gw ucapkan, selamat malam.
Gw bakal balik dengan cerita-cerita lain.
Wassalam.
Sumber : SimpleMan