Dr Zakir Naik Berbicara Tentang Pembuktian Eksistensi Allah SWT dengan Sains

Picture dr zakirnaik



Banyak dari ateis yang percaya pada sains. Semua argumen ini mungkin tidak sepenuhnya membuat mereka puas. Kau tahu, para ateis mengatakan bahwa sains adalah tolak ukur. Mereka percaya sains adalah yang tertinggi. Jadi mari kita buktikan dengan sains akan eksistensi Allah s.w.t.

Kita tahu bahwa para ateis hanya percaya pada sains, seteleh memberinya ucapan selamat, aku menanyakan padanya pertanyaan simple “Jika seandainya ada peralatan yang tidak pernah seorang pun melihatnya di dunia, dan jika peralatan itu dibawakan ke hadapanmu,dan sebuah pertanyaan ditanyakan: Siapakah orang pertama yang dapat memberitahukanmu cara kerja dari alat itu?” Orang ateis itu mungkin berkata setelah berpikir sejenak “Orang pertama yang dapat memberitahumu mekanisme dari alat itu yang tak seorang pun pernah melihatnya di dunia ini”, tidak seorang pun di dunia mengetahuinya, dia akan memberitahumu “Pencipta dari alat itu.” Atau dua myungkin berkata “Pembuat alat itu.” Dia mungkin berkata ” Sang inventor” dia mungkin berkata “Produsennya.” Dia mungkin berkata “Pabriknya.” Apapun yang dia katakan, akan mirip-mirip seperti itu. Entah penciptanya, pabriknya, produsennya, pembuatnya, inventor, mirip-mirip seperti itu. Cukup camkan jawaban itu. Orang keduanya adalah si penciptanya jika dia mengatakannya ke orang lain, sehingga orang itu tahu, atau orang yang melakukan riset, itu adalah jawaban yang kedua.
Kau bertanya pada ateis ini, “Bagaimana jagat raya ini menjadi eksis?” Jadi dia akan memberitahumu “Jagat raya kita awalnya adalah satu nebula utama. Kemudian ada ledakan yang disebut Big Bang, yang menjadika terciptanya galaksi, bintang-bintang, bulan, matahari, dan bumi dimana kita hidup.” Ini adalah teori Big Bang. Kau tanyakan padanya “Kapan kita tahu tentang penciptaan jagat raya yang disebut Big Bang ini?” Dia akan memberitahumu, “Sekitar 50 tahun yang lalu, 40 tahun yang lalu.” Jadi kau katakan padanya “Hal yang kau sebut Big Bang ini sudah disebutkan dalam Al’Quran 1.400 tahun yang lalu, dalam surat Anbiyya[21]: 30 dimana Allah s.w.t berfirman:


اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَـتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَا   ۗ  وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَآءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ   ۗ  اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ




a wa lam yarollaziina kafaruuu annas-samaawaati wal-ardho kaanataa rotqon fa fataqnaahumaa, wa ja’alnaa minal-maaa`i kulla syai`in hayy, a fa laa yu`minuun.


“Apakah orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya.” Apa yang kau bicarakan (Big Bang) sudah disebutkan dalam Al’Quran 1.400 tahun yang lalu. Siapa yang bisa menyebutkan ini dalam Al’Quran? Jadi dia akan berkata, “Mungkin seseoarang yang mengarangnya secara kebetulan.” Tidak masalah. Jangan berdebat denganya. Tanyakan pertanyaan berikutnya.

Apakah bentuk bumi? Jadi dia akan berkata padamu “Sebelumnya manusia mengira bahwa bumi itu datar, baru pada tahun 1577 ketika Sir Francis Drake berkeliling dunia, dia membuktikan bahwa bumi itu bulat.” Kau katakan padanya bahwa Al’Quran telah berfirman dalam surat Naazi’aat[79]: 30 

وَالْاَرْضَ بَعْدَ ذٰلِكَ دَحٰٮهَا  

wal-ardho ba’da zaalika dahaahaa
bahwa bentuk bumi seperti telur. Kata arab dhahaha salah satu maknanya adalah “dihamparkan”, dan makna lainnya berasal dari kata Arab duya yang berarti “telur.” Dan kita tahu di zaman sekarang bahwa bumi tidak sepenuhnya bulat seperti bola, melainkan pada kutub-kutubnya berbentuk lonjong, dan tengahnya bulat. Jadi bentuknya agak geo-spherical, mirip seperti telur. Dan kata Arab “duya” tidak merujuk pada telur biasa, melainkan secara khusus merujuk pada telur burung unta. Dan jika kau menganalisis bentuk dari telur burung unta, memang bentuknya geo-spherical. Bayangkan, Al’Quran menyebutkan bahwa bentuk bumi itu geo-spherical 1.400 tahun yang lalu. Siapa yang bisa menyebutkan itu? Jadi dia akan berkata padamu “Ah, nabimu Muhammad adalah orang yang cerdas.” Jangan berdebat. Teruskan saja.

Cahaya bulan, apakah ia adalah cahaya refleksi (pantulan) atau cahayanya sendiri? Jadi orang ateis akan memberitahumu “Sebelumnya kita mengira bahwa cahaya bulan adalah cahanya sendiri, tapi di zaman sekarang kita tahu bahwa cahaya bulan bukanlah cahayanya sendiri, melainkan cahaya refleksi dari cahaya matahari.” Kapan kita mengetahuinya? Dia akan memberitahumu “Kita baru mengetahuinya 50-200 tahun yang lalu.” Al’Quran telah menyebutkan 1.400 tahun yang lalu di suat Furqaan [25]: 61 “Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari (sam) dan bulan yang bercahaya (dari refleksi).” Kata Arab untuk matahari adalah “sam”, cahayanya selalu dijelaskan sebagai “siraj” yang berarti obor atau lampu yang bercahaya. Dan bulan dalam bahasa Arab adalah qamar, cahayanya selalu dijelaskan sebagai “munir” atau “nuur.” Munir artinya cahaya yang berasal dari sumber lain, dan nuur artinya “cahaya yang terefleksi.” Dan tidak pernah dimanapun cahaya bulan dijelaskan sebagai “wahaj” atau “siraj.” Ia selalu dijelaskan sebagai “munir” atau “nuur.” Cahaya dari sumber lain atau cahaya refleksi. Siapa yang bisa menyebutkan ini dalam Al’Quran 1.400 tahun yang lalu? Dan sekarang dia akan terdiam. Jangan tunggu jawabannya, teruskan.
Ketika aku di sekolah, aku belajar bahwa matahari berputar tapi ia tidak berotasi pada porosnya. Quran berfirman dalam surat Anbiyya[21]: 33 “Dari dialah yang telah menvciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” Kata Arab “yasbahun” menjelaskan pergerakan dari satu benda. Dan jika membicarakan tentang benda langit, ini artinya bahwa matahari dan bulan, selain ia berevolusi, ia juga berotasi pada porosnya. Dan di Zaman sekarang sains memberitahu kita bahwa matahari kira-kira butuh waktu 25 hari untuk menyelesaikan satu rotasi. Bayangkan, apa yang kubaca di sekolah, aku menyelesaikan sekolahku pada 1992, bahwa matahari itu statis, tapi 1.400 sebelumnya Quran sudah berfirman bahwa matahari itu berotasi, sedangkan buku sainsku berkata matahari itu statis. Di zaman sekarang telah dibuktikan bahwa matahari itu berotasi. Kau tanyakan padanya “Siapa yang mungkin menyebutkan ini?” Dia akan terdiam.
Sebagian kritik berkata “Ini bukanlah suatu yang hebat, ketika Quran membicarakan astronomi, karena bangsa Arab memang maju dalam bidang astronomi.” Aku setuju bahwa bangsa Arab maju dalam bidang astronomi, tapi aku ingin mengingatkan mereka bahwa baru beberapa abad setelah Quran diwahyukan, barulah bangsa Arab menjadi ahli dalam bidang astronomi, jadi dari Quran-lah bangsa Arab belajar tentang astronomi, bukan sebaliknya.
Itulah lanjutan dari artikel sebelumnya, tapi segitu dulu yang baru bisa saya tulis, nantikan kelanjutannya lagi di artikel berikutnya. Terima kasih dan jangan lupa share ya..
Gambar Label Tugiman Blog Artikel, News and Info